Mohon tunggu...
SITUMORANG YOSUA
SITUMORANG YOSUA Mohon Tunggu... Akuntan - To celebrate life, to do something good for others

Writing is living in eternity. Your body dead, your mind isn't.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Yang Lembek Itu Cuma Tahi, Konstitusi Jangan

7 April 2023   15:10 Diperbarui: 7 April 2023   15:13 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dan terjadi lagiii~
Kisah lama yang terulang kembaliii~

Dua penggal lirik lagu Separuh Aku dari Noah tadi menggambarkan apa yang terjadi di Kabupaten Purwakarta, ketika Bupati Purwakarta yang terhormat ibu Anne Ratna Mustika setengah pongah mengatakan  "bersyukur langkah penyegelan bangunan bisa ditempuh dengan semangat kebersamaan untuk menjaga suasana kondusif di Purwakarta." Fiuh. Mengerikan sekali memiliki pemimpin yang dipimpin oleh kelompok radikal seperti ini. Apalagi, dalam video yang beredar, jelas sekali teriakan-teriakan dari satu kelompok agama tertentu yang terdengar 'bersemangat' atas tersegelnya bangunan gereja. Teriakan itu seolah menggambarkan kemenangan atas satu kelompok tertentu dan itu menyenangkan hati Tuhan mereka.

Kadang-kadang, seringkali malah, sesuatu yang mudah, menjadi sulit, karena dicampuri oleh kepentingan-kepentingan lain. Seperti penyegelan ini misalnya. Sudah jelas tertuang dalam konstitusi atau bahasa sederhananya dasar negara UUD 1945 Pasal 28 E ayat 1 "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dst," maupun dalam SKB 2 menteri, bahwa pemimpin daerah seperti Bupati dan Walikota berkewajiban menerbitkan izin mendirikan bangunan atau IMB rumah ibadah. Harusnya ibu bupati yang terhormat tegak lurus dengan konstitusi ini. Ya namanya konstitusi ya, pondasi, harusnya kokoh dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. Kalau pondasinya masih bisa di obok-obok ya tinggal tunggu waktu saja negara ini akan roboh dan dikuasai kelompok radikal seperti ISIS atau Al Qaeda.

Ini masalah bersama sebenarnya, bukan masalah umat minoritas saja. Umat mayoritas pun, yang peduli pada kedamaian Indonesia, harusnya ikut bersuara dan ambil bagian. Kehancuran itu timbul dari keretakan-keretakan kecil yang dibiarkan kalau kata Ronald Sinaga, CEO Mulia Karya Sabat. Lama-kelamaan, kedamaian dan kebersamaan yang kita nikmati sekarang ini bisa hancur berantakan, dan kita menjadi Suriah kedua, menjadi ladang subur bagi radikalisme, karena bibit-bibit yang muncul diabaikan, lama kelamaan merambat, dan ketika sudah menjalar kemana-mana, susah 'membersihkannya'. Apa harus dari sekarang kita mulai cari suaka ke negara lain?

Penyegelan ini juga kurang pas momennya, karena terjadi hanya beberapa hari sebelum hari raya Paskah. Udah latihan buat ibadah dan drama Paskah, eh gedungnya disegel. Solusinya juga 'brilian' banget, disuruh gabung sama gereja lain. Ya ampun. Bijak sekali Bupati yang satu ini. Saya tidak tahu bagaimana kapasitas 'gereja di tempat lain' yang dia maksud. Kalau ternyata lebih kecil, apakah nyaman beribadah?

Kalau saya menafsirkan penyegelan ini adalah pengusiran secara halus dan menolak pendirian bangunan dengan dalih kerukunan umat. Harusnya bukan gerejanya yang disegel dong. Tapi umat yang menolak itu yang diedukasi, dibacakan keras-keras pasal kebebasan beragama dalam konstitusi tadi. Kalau perlu diulang berkali-kali sampai pekak. Manatau mereka buta huruf kan, ga bisa baca, jadi ya kita bacakan. Kalau konstitusi sampai kalah dengan tekanan-tekanan sekelompok orang seperti ini, mau jadi apa negara ini? Apa jadinya kalau mesjid yang disegel dan dipersulit izinnya? Bagaimana kalau di tempat minoritas rumah ibadah mayoritas diperlakukan seperti ini? Bisa terima? Tentu tidak dong, bisa terjadi demo berjilid-jilid dari kelompok Wiro Sableng 212.

Lantas bagaimana dengan partainya? Ibu Anne merupakan kader dari salah satu partai besar di Indonesia, Partai Golongan Karya (Golkar). Apakah tidak sepatutnya partai ikut bersuara dan menegur kadernya yang melanggar konstitusi? Atau Wakil Bupati Purwakarta, H. Aming, untuk ikut mengingatkan Bupati-nya yang melanggar garis batas kebebasan beragama dan beribadah? Bukankah harusnya juga ikut menegur kesalahan yang dilakukan tandemnya dalam menjalankan administrasi di pemerintahan?

Melihat fenomena ini, saya sebagai warga negara hanya mau mengingatkan Ibu Bupati yang terhormat kalau ibu sudah offside. Ibu tidak hanya menjadi pemimpin dari kelompok agama tertentu. Ibu menjadi pemimpin dari semua kelompok agama. Berlaku adil lah bu, jangan zalim. Saya senantiasa berdoa semoga Tuhan Yesus senantiasa menyertai ibu dalam setiap langkah yang ibu ambil, sehingga Purwakarta menjadi kabupaten yang toleran dan harmonis, dimulai dari merajut kerukunan umat beragama dengan tidak menghalangi umat beragama yang lain, tetapi bersuara benar sesuai amanat konstitusi. Karena kalaupun ibu pernah memiliki janji politik dengan kelompok radikal tertentu, tapi campur tangan Tuhan dalam terpilihnya ibu sebagai Bupati jauh lebih besar. Tuhan Yesus Memberkati. Horas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun