Hidup terlalu muluk-muluk memang tidak mudah. Punya cita-cita merubah masyarakat dan meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan (sangat) tidak mudah. Dalam salah satu episode serial tv yang cukup terkenal (browsing dulu...hhe), Empire, istri sang tokoh utama, Cookie Lyon, menegur anggota girl group dibawah agensinya yang berlatih alakadarnya. Dia bilang dalam bahasa Bengkulu Selatan ," Everyone wants to be Beyonce, but not everyone wants to practice like her". Buat mereka yang gatau siapa Beyonce, supaya lebih mudah kita tukar aja. Buat penggemar sepak bola jadinya gini ,"Everyone wants to be Ronaldo, but not everyone wants to practice like him". Atau buat penggemar olahraga atletik, bisa jadi gini ,"Everyone wants to be Usain Bolt , but not everyone wants to practice like him". Yang lain ganti sendiri ya, bebasss.
Mereka-mereka yang namanya disebut diatas adalah orang-orang luar biasa yang sukses dibidangnya masing-masing, outstanding. To honour salah satu tokoh luar biasa juga, dengan respek Kobe Bryant harus disebut. Pribadi-pribadi yang berinvestasi luar biasa pada waktu untuk meningkatkan kompetensi diri. "Practice not until you can make it, but until you not make mistake about it". Orang-orang yang pencapaiannya sulit disaingi oleh 7 milyar manusia lain yang hidup di planet yang sama.
Memang, memang, terlalu muluk-muluk kalau mau mengharapkan setiap orang berlatih keras dan punya keinginan kuat untuk maju seperti mereka. Yang nulis ini pun mugkin sulit merealisasikannya (to the point aja). Tapi, paling tidak, ada keinginan untuk maju dan meningkatkan kompetensi diri. Jadi lebih baik dari hari kemarin, itupun sulitnyaaa minta ampun. Membangkitkan kesadaran orang lain, bahwa dia harus jadi lebih baik (secara kompetensi, kalau religius, personal, urusan masing-masing lah), kalau tidak datang dari dalam, bisa menyebabkan mati berdiri bagi yang mendorong mereka untuk jadi lebih dan lebih lagi. Mungkin lebih mudah mendorong batu daripada mendorong orang yang tidak mau bergerak. Batu didarat tapi ya, kalau batu gantung di Danau Toba susah juga kayaknya, Special Forces Republik Demokratik Kongo pun ga bisa mungkin.
Banyak alasan orang tidak mau maju, tidak mau bergerak, tidak mau pindah. Yang paling jelas adalah rasa cepat berpuas diri. Tapi, kalau gaji naik, semua orang mau. Prinsipnya, tanggung jawab turun, gaji naik. Hancur republik ini. Padahal, kalau saja mereka lebih baik secara kompetensi, yang diuntungkan ya mereka juga. Yang merasakan manfaatnya mereka dan keluarganya.
Bekerja di bidang konstruksi saya seringkali berhadapan dengan orang-orang yang secara pendidikan formal rendah. Lulusan SMP, lulusan SMA, lulusan STM. Tapi itu jadi tantangan tersendiri. Mereka-mereka ini tidak meneruskan pendidikan bukan semata-mata karena malas, tapi juga ada faktor biaya dan keluarga. Bagi saya pribadi, kalau mereka-mereka ini bisa bermanfaat, berguna, memiliki kompetensi lebih dari ijazah formalnya (bahasa kerennya its not the paper who carries the man, but the man who carries the paper) ada kepuasan tersendiri yang sulit diukur. Kalau mereka jadi lebih baik, harapannya kesejahteraan keluarganya juga meningkat. Kalau kesejahteraan keluarganya meningkat, harapannya kesejahteraan lingkungannya juga terpengaruh, terus begitu sampai alien muncul dan Avenger harus bersatu kembali.
Kita manusia diberi akal pikiran yang kurang lebih sama. Hanya segelintir saja yang diberi lebih oleh Pencipta. Kalau pemberian yang luar biasa ini digunakan untuk meningkatkan kompetensi diri, banyak hal-hal baik bisa terjadi. Hidup yang sementara ini bisa lebih dari sekedar mengejar janda muda dan mabuk Tequila. Horas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H