Ketika sejumlah sawah, berubah fungsi menjadi rumah. Ketika sebidang tanah, berubah fungsi menjadi bangunan dan jalanan. Resapan air pun terjarah. Dan, ketika kumpulan air hujan tertumpah, sungai-sungai baru, terbentuklah. Air bah, banjir... mengganti peran kendaraan, yang biasa melintasi jalan. Mobil dan motor hanya bisa terparkir di pinggiran, dan menyerahh.
Alam yang salahh?
Ah, begitu mudah manusia bertitah. Sebab hujan lebat yang tercurah? Padahal, hujan itu adalah anugerah.
Alam yang salahh?
Ketahuilah, sejak zaman purba, hujan sudah ada. Bahkan, bisa jadi, hujan di bumi ini telah ada, ketika manusia pertama, masih berada di surga.
Usia hujan,,, lebih tua daripada umur manusia.
Lalu, kenapa manusia "kemarin sore" yang sudah "jatuh" tinggal di dunia, tiba-tiba menyalahkannya?
Alam, tak pernah salah.
Mereka, alam-alam itu, akan selalu memperbaiki dirinya. Mereka membangun kembali apa-apa saja, yang telah manusia merusaknya. Adalah 'campur tangan' Tuhan untuk menyeimbangkan kembali, alam semesta.
Ah, betapa Rahmaan dan RahiimNYA, DIA. Betapa 'dimanjakan'-NYA manusia. Bahkan, ketika manusia merusaknya, DIA masih menyayangi dengan sepenuh cinta. Alam yang satu, akan setia menjadi penyeimbang bagi alam yang lainnya. Bukankah semesta tercipta, senantiasa dalam keadaan setimbang-setara?
Ketika hujan tercurah, dan hanya sedikit air terserap ke dalam tanah, ketika itulah alam air di bumi akan menyeimbangkan dirinya. Banjir. Mereka akan melintas, di atas tanah yang telah manusia rampas. Dan, jalan-jalan utama, jalan-jalan raya, jalan-jalan besar dan kecil, di jalan-jalan itulah, mereka menjelma menjadi 'sungai-sungai baru' bersama air besar yang siap merendam dan melibas. Maka, mawas diri-lah!
@kur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H