Ada yang ulang tahun hari ini. Ucapan selamat pun membanjiri. Lalu, ada berita duka kemudian. Ucapan bela sungkawa pun, masuk bertubi-tubi masuk ke grup, tanpa henti. Tak ada yang keliru atau salah arti, dari semua kondisi.
Begitu setelah membacanya, seperti biasa, spontan menanggapinya. Jawaban yang entah sadar dari lubuk hati, karena rasa sungkan, nggak enak, ikutan saja, atau sengaja untuk unjuk eksistensi diri: ini aku..., ada.
Bisa jadi, tulisan itu cuma copy-paste, kata-kata kosong, basa-basi, atau untuk pantas-pantasan saja. Kata-kata yang meniru seadanya, yang tanpa daya, tanpa kekuatan dan tanpa ketulusan hati pengirimnya.
:::.
Apa kata DIA, jika ucapan dan harapan yang dipinta, kata-kata doa itu, tidak lahir dari lubuk hati? Kata-kata yang begitu indah, entah dari siapa yang memulainya. Namun, yang hampir pasti, itu bukan karya sendiri. Tulisan, palsu. Kata-kata, palsu. Padahal, mereka.. kata-kata itu, adalah cermin diri, refleksi diri.
Pantaskah, aku berkata-kata kosong dan memohon kepada Tuhan, sembari memalingkan mukaku?
Padahal, bisa jadi semua itu, untuk pelipur, kesembuhan, kebahagiaan, atau keselamatan yang lain. Padahal, semua itu, untuk permohonan dan puji Tuhan. Bahkan, semua itu, untuk nasihat diri sendiri. Dan itu, PALSU?
Maka, tinggalkanlah eksistensi, hadirkanlah substansi. Jadilah diri, sebagai diri yang otentik.
Ucapkanlah... tulislah kata-kata dengan keutuhan jiwa! Dan yakinlah, setiap kata itu, memiliki kekuatan!
@kur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H