Dan untuk itu, perusahaan harus berani melakukan self-disruption yaitu mengembangkan ide atau teknologi baru meskipun berpotensi untuk mematikan bisnis yang saat ini dimiliki. Bila tidak, maka perusahaan baru yang akan mendisrupsi perusahaan petahana.
Teori disruptive innovation pertama kali dikemukakan oleh Prof Clayton Christensen, guru besar dari Harvard Business School, dalam buku The Innovator's Dilemma. Buku ini ditulis pada tahun 1997 ketika teknologi informasi dan internet belum berkembang pesat seperti saat ini. Contoh-contoh yang digunakannya banyak berasal dari industri harddisk dan peralatan berat, tetapi teori yang dibangunnya ternyata makin relevan dengan berkembangnya teknologi informasi.
Buku Disruption mengupas dengan gamblang tentang disrupsi yang terjadi di berbagai industri. Ditulis dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dipahami meskipun diselipi dengan beberapa teori ilmiah untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. Dilengkapi dengan banyak contoh dari berbagai industri dengan produk yang sangat kita kenal sehingga bisa memberikan gambaran bagaimana inovasi disruptif ini telah membawa revolusi di banyak industri.
 Pada akhir bukunya, penulis menyitir "Kita perlu memahami apa yang sebenarnya terjadi sehingga kalaupun jatuh, kita tahu betul kerusakan apa yang akan menimpa kita dan bagaimana membangun mekanisme kemembalannya. Lebih baik kita berdamai dan menciptakan cara-cara baru untuk menyambut era baru yang lebih inklusif pada hari esok". Untuk melengkapi buku ini, penulis telah menerbitkan buku seri lanjutan  yaitu "Tommorow is Today" yang membahas studi kasus perusahaan nasional PT PP (Persero) yang berhasil merespons secara inovatif terhadap teknologi yang disruptif.
Resensi buku "Disruption" oleh Rhenald Kasali
Dimuat di Harian Kompas, 24 Februari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H