Mohon tunggu...
Andrew Shem
Andrew Shem Mohon Tunggu... Dokter -

Medical Doctor, Digital Entrepreneur, Travel & Food Blogger, Prestidigitator, Musician, Cinephile, and LFC Kopites. Visit My Travelblog! http://Travelfore.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mitos Keliru tentang Penyakit Lepra (Kusta)

14 April 2016   06:41 Diperbarui: 14 April 2016   07:16 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi: shaunestrago.com"][/caption]Penyakit lepra (atau kusta, atau Morbus Hansen) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang berakibat pada infeksi kronis pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas. Awalnya penyakit ini tidak menyerang kulit, namun apabila tidak segera diobati, kusta bisa merusak kulit, anggota tubuh dan mata. Meskipun infeksius, namun derajat infektivitasnya rendah.

Penyakit kusta pertama kali ditemukan oleh dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874. Tanda-tanda penderitanya adalah kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan pada bagian wajah (juga anggota badan lainnya) serta ada bagian tubuh tidak berkeringat. Dan yang lebih parah adalah mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Perlu diperhatikan bahwa gejala kusta ini tidak selalu tampak secara kasat mata. Calon penderita harus memperhatikan apakah ia menderita luka yang tidak mengering dalam jangka waktu yang cukup panjang. Luka itu sendiri apabila dipencet dengan jari tidak menimbulkan rasa sakit. Jika ciri tersebut ada, maka waspadalah terhadap penyakit ini.

Meski penyakit ini menular, ada mitos yang keliru dalam masyarakat bahwa penyakit ini PASTI menular melalui sentuhan fisik. Padahal, menurut dr. Slamet Riyanto, salah seorang dokter yang telah merawat penderita kusta di RS Kusta selama bertahun-tahun sama sekali tidak pernah menggunakan sarung tangan atau masker. Keengganan masyarakat dalam bergaul dengan penderita kusta harus diluruskan agar para penderita tidak merasa dikucilkan. Edukasi kepada masyarakat harus terus menerus dilakukan agar mereka tidak menutup diri terhadap penderita kusta. Selain itu, mitos lain tentang penyakit ini adalah tidak mungkin sembuh. Ini juga perlu diluruskan mengingat kusta adalah penyakit yang sejenis dengan TBC sehingga tentu saja bisa diatasi dan penderitanya sehat kembali.

Pada umumnya penularan kusta terjadi melalui basil yang berasa l dari sekresi hidung penderita yang mengering. Basil tersebut mampu bertahan hidup dari 2 hingga 7 hari. Pun penularan melalui kontak fisik antar kulit, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Jadi tidak benar kalau sekali menyentuh lalu tertular. Apalagi biasanya kontak fisik ini yang berpotensi menular ini hanya terhadap mereka yang masih berumur di bawah 15 tahun.

Pada dasarnya manusia resisten terhadap kusta. Berdasarkan hasil penelitian Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002, dari 100 orang yang terpapar, 95 di antaranya tidak terkena kusta, 3 diantaranya sembuh sendiri tanpa obat sedangkan 2 orang jatuh sakit. Dan perlu diketahui pula bahwa hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit tersebut. Pengobatan bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran bakteri kusta ini. Dari tujuh kasus kusta, enam di antaranya tidak menular pada orang lain. Perlu pengobatan intens selama sedikitnya enam bulan untuk mencegah penularan.

Siapa saja yang bisa terkena kusta? Mereka yang tinggal di daerah kondisi buruk. Istilah “buruk” sendiri tidak selalu merujuk pada kawasan kumuh, bahkan kompleks perumahan pun bisa menjadi sasaran kusta apabila airnya tidak bersih, asupan gizi keluarga rendah, tempat tidur yang tidak memadai serta adanya “dukungan” dari penyakit-penyakit lain yang melemahkan antibodi seseorang. Dan pria merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit kusta dua kali lebih besar daripada wanita.

Untuk mencegah penyebaran, perlu diedukasi dan diberikan penyuluhan ke tingkat-tingkat kelurahan. Selama ini fokus perhatian lebih mengarah pada penyakit malaria dan DBD. Padahal, kusta merupakan penyakit yang tidak kalah berbahaya apabila tidak segera ditangani. Apalagi penderita kusta terkadang mendapatkan dua kondisi yang membuat penderitaan mereka semakin berat, yaitu penyakitnya dan juga perlakuan yang  tidak adil dari masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun