Kebiasaan mengkonsumsi produk-produk makanan olahan memiliki dampak negatif bagi kesehatan gigi anak. Hasil penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Valencia menyebut makanan olahan yang bertekstur lunak menyebabkan gigi anak-anak cenderung menonjol dan tidak memiliki celah alami yang memungkin tumbuhnya gigi yang lebih besar.
Melalui observasi terhadap anak-anak berusia 3-5 tahun, para peneliti menyimpulkan makanan cair dan semi padat berdampak pada perkembangan rahang anak. Makan olahan terbukti menjadi salah satu penyebab penyusutan rahang generasi muda yang mengakibatkan meningkatnya kelainan bentuk gigi.
Temuan ini didukung oleh ilmuwan terkemuka, Profesor Tim Spector. Ia mengatakan sudah terdapat bukti bahwa pola makanan modern telah menyebabkan penyusutan perkembangan tengkorak manusia. Kecenderungan ini sebenarnya telah terlihat selama beberapa ratus tahun, tetap mengalami peningkatan pesat selama dua puluh tahun terakhir.
"Akibatnya, kita melihat peningkatan besar dalam masalah ortodontik (perawatan dan koreksi posisi gigi dan rahang) pada anak-anak, melalui penggunaan kawat gigi secara besar-besaran dan pertumbuhan gigi yang cenderung membengkok", kata Tim.
Penjelasan terkuat ihwal penyusutan rahang yang cepat, lanjut Tim, adalah kebiasaan orang tua memberi makan lunak, cair, dan semi padat pada anak-anak sejak dari bayi hingga dewasa. Kebiasaan ini berakibat tidak maksimalnya perkembangan otot dan ukuran rahang sehingga anak-anak tidak pernah beradaptasi untuk mengunyah makanan.
Hasil penelitian dari Universitas Katolik Valencia merupakan satu dari serangkaian penelitian yang dilakukan untuk mengetahui  perubahan struktur gigi manusia.  Para peneliti menyimpulkan peralihan pola berburu dan mengumpulkan makanan yang kaya daging ke arah sereal dan biji-bijian telah menyebabkan perubahan yang signifikan. Tren ini diakselerasi oleh konsumsi makanan olahan dirancang untuk memiliki rasa enak sehingga dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Kebiasaan ini secara luas merupakan kekalahan banyak negara di dunia terhadap gelombang makanan lunak dan olahan yang menjadi makanan utama anak-anak. Profesor Tim, meminjam istilah seorang peneliti ortodontis dari Universitas Stanford, menyebut kebiasaan ini sebagai epidemi rahang yang mengganggu sistem deteksi yang menentukan struktur orofasial (otot pada area kepala, wajah, dan leher) yang tepat. (independent)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H