Film "Dirty Vote" yang Mengakomodir "Dirty Minds" (Pikiran-pikiran Kotor) Seputar Pemilu 2024
Oleh: Andre Vincent Wenas
Bertindak sebagai narator adalah tiga ahli hukum tatanegara. Tentu saja jadi terlihat kredibel. Film Dirty Vote tayang di awal minggu tenang, katanya untuk jadi permenungan kita bersama.
Okelah, mari kita merenungkan film itu dengan tenang.
Perenungan pertama, film bercerita tentang "kecurangan pemilu" yang menurut analisa versi ketiga ahli itu telah didalangi Jokowi sejak lama. Tuduhan yang spekulatif. Sehingga terkesan insinuatif.
Perenungan kedua, soal konstitusionalitas pencawapresan Gibran. Ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), keputusannya final dan mengikat. Konstitusional. Film Dirty Votes itu lebih terasa sebagai upaya kehumasan untuk mendegradasikan legalitas pencawapresan Gibran. Soal citra belaka.
Perenungan ketiga, peran para pejabat kepala daerah yang sedang menjalankan tugas. Apakah mereka bisa mempengaruhi jutaan pemilih di daerahnya untuk memilih paslon tertentu? Skenario yang terlalu besar untuk dicerna otak kita yang kecil ini.
Perenungan keempat, soal kecurangan pemilu yang "terstruktur, sistematis dan massif" (TSM). KPU melakukan kecurangan? Laporkan saja ke Bawaslu. Tentu mesti disertai dengan bukti-bukti yang meyakinkan.
Perenungan kelima, kecurangan dalam hal administratif. Surat suara yang dicoblos oknum gegara pemilih aslinya tidak datang atau golput. Ini cerita lama yang bisa saja terulang lagi.
Perenungan keenam, kita jadi teringat kembali upaya Jokowi untuk membangun koalisi besar. Waktu itu sama sekali tak ada nama Gibran. Sampai akhirnya pertemuan di tengah sawah itu. Episode ini tak masuk dalam skenario film dokumenter Dirty Votes. Mengapa?