Pertemuan Hambalang, Simbol Rekonsiliasi dan Persatuan?
Oleh: Andre Vincent Wenas
Barusan SBY diundang ke Hambalang, kita mengartikannya Partai Demokrat masuk ke kubu Prabowo Subianto, untuk apa? Ya untuk mendukungnya dalam pilpres 2024 nanti. Lalu peristiwa ini jadi bahan berita.
Tapi tak kalah ramainya adalah pemberitaan soal hadirnya Grace Natalie (Wakil Ketua Dewan Pembina PSI) di perhelatan itu. Katanya alasannya demi menghormati SBY yang mau datang ke Hambalang ...beliau khan mantan Presiden RI. Â
Padahal PSI sudah berkali-kali menyatakan belum menentukan arah dukungannya, apakah ke Prabowo ataukah ke Ganjar. Ojo kesusu atraksi politik belum usai, begitu pesan Jokowi kepada PSI saat audiensi di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Tapi de-facto sampai saat ini memang pihak Prabowo Subiantolah yang rajin merangkul dan menjalin komunikasi politik. Gestur politiknya yang mau membuka diri dan "rendah hati" sehingga sampai seorang SBY pun merasa "lebih nyaman" untuk bergabung kesana.
Gestur politik ini penting, political-behavior adalah political-message. Kalau dulu Marshal McLuhan bilang, "the medium is the message" maka Prabowo seolah berkata "the behavior is the message", kalimat lengkapnya jadi "the political-behavior is the political-message".
Walau belum terbilang dalam parlemen (DPR), PSI toh diundang dan diberi "penghormatan" untuk duduk melingkar dalam perbincangan bersama SBY dan AHY (Partai Demokrat), Airlangga Hartarto (Partai Golkar), Zulfikli Hasan (PAN), Anis Matta (Partai Gelora) dan tokoh lainnya.
Ditambah dengan kehadiran Wiranto (mantan Panglima ABRI yang dulu mencopot Prabowo sebagai Pangkostrad) memberi nuansa rekonsiliasi politik di lingkaran elit.
Ini suatu semiotika-politik yang bebas penafsiran. Fusi cakrawalanya berwarna-warni. Tergantung luasnya horison pemikiran dari siapa pun yang menginterpretasikan fenomena "pertemuan Hambalang" ini.