Mereka yang Menolak RUU Perampasan Aset Koruptor Adalah Koruptornya
Oleh: Andre Vincent WenasÂ
Esensi politik Indonesia sekarang ini adalah mengawal uang rakyat. Ini yang penting dan genting saat ini. Tak perlu argumentasi berkepanjangan. Skandal yang terjadi sudah sangat panjang untuk jadi bukti.
Amat disayangkan semua parpol yang ada di parlemen saat ini diam soal RUU Perampasan Aset Koruptor. Padahal supres-nya sudah dikirim oleh presiden ke DPR sejak tiga bulan yang lalu.
Tak ada tanda-tanda akan segera dituntaskan, padahal presiden sudah minta agar RUU Perampasan Aset Koruptor ini menjadi prioritas. Tapi nampaknya tak digubris oleh DPR.
Sabotase dalam regulasi seperti inilah yang menjadi kendala. Bambang Pacul, entah lantaran emosi atau keceplosan, pernah bilang bahwa untuk urusan ini presiden mesti diskusinya sama Ketua Umum parpolnya. Tidak bisa cuma dengan mereka "korea-korea" yang cuma jadi anggota DPR .
RUU Perampasan Aset Koruptor ini diharapkan bisa menjadi instrumen hukum (sekaligus politik) yang mampu "mencegah" terjadinya tindak pidana korupsi. Karena ada konsekuensi yang amat ditakuti para koruptor, yaitu "jadi miskin". Ini "detterent effect" yang bakal terjadi.
Nyatanya, sampai sekarang RUU ini malah mandeg di DPR. Apakah anggota DPR yang terdiri dari partai politik, plus Ketua Umum parpolnya, adalah koruptor? Kecurigaan publik semacam ini wajar saja.
Apalagi tak adanya gelagat positif dari DPR untuk segera menuntaskan RUU Perampasan Aset Koruptor ini. Semua kompak membisu.
Jadi bagaimana?