Jokowi Sampai Gemas Soal RUU Perampasan Aset
Oleh: Andre Vincent Wenas
Menjelang masa pemilu ini banyak isu-isu yang naik ke permukaan yang mengalihkan publik dari isu krusial: Proses pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor. Dan yang beriringan dengan itu: RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Sementara ini massa "terbelah" menjadi tiga poros, porosnya Prabowo, porosnya Ganjar dan porosnya Anies. Survey LSI terakhir menunjukan Ganjar di posisi kedua setelah Prabowo dengan selisih dua digit. Sementara Anies semakin redup. Ini konteks sampai di bulan Agustus 2023. Masih dinamis, masih terbuka kemungkinan lain sampai Februari 2024.
Para hard-liners dari masing-masing poros terlihat giat menonjolkan kehebatan kendidatnya, sambil rajin menggali arsip tentang kelemahan kandidat lawannya. Jejak digital masing-masing di-share ulang. Pokoknya yang bisa memuaskan nafsu menggilas tokoh-tokoh opposite-nya. Catatan jejak langkah di masa lalu menjadi referensi tunggal.
Seakan lupa tentang apa yang sedang mereka kerjakan sekarang dan kira-kira apa yang bakal mampu mereka lakukan di masa mendatang. Ini tentu lebih penting. Dengan memperhitungkan konteks sekitaran (milieu) dari masing-masing kandidat. Apakah bakal kondusif atau tidak.
Musuh bersama kita adalah korupsi, atau Coruptio (dari bahasa Latin) yang artinya proses pembusukan. Kita sepakat korupsi adalah praktek kotor yang kita kutuki bersama. Extra-ordinary crime, kejahatan luar biasa.
Ada partai politik yang sudah mengusulkan programnya untuk menyejahterakan rakyat. Misalnya dengan mengusulkan BPJS gratis. Tapi mendapat tantangan (bukan resistensi!) tentang dari mana duitnya. Bagaimana negara membiayai program ini?
Mereka sudah tahu bahwa program ini bagus, disamping akses kepada layanan kesehatan itu sejatinya adalah hak setiap warga negara. Dan karena itu adalah HAK, maka sebaliknya jadi KEWAJIBAN dari penyelenggara negara untuk menyediakannya. Masyarakat sudah paham kok soal ini.
Tapi dari mana duitnya? Lha dengan mbayar iuran segini aja layanan BPJS sekarang kayak ngelayanin narapidana ngantri makanan kok. Apalagi dibikin gratis, bisa-bisa kita kayak narapidana yang lagi dikasih hukuman tambahan. Parah.