Keponakan Jusuf Kalla Jadi Tersangka, Ada Apa Di Belakang Prahara Bank Bukopin - Bosowa?
Oleh: Andre Vincent Wenas
Punya bank dalam kelompok konglomerasinya sendiri itu seperti punya "Kasir Besar".
Kasir Besar ini "bertugas" menerima duit, maupun mengeluarkan duit. Menerima duit dalam bentuk modal, pinjaman, tabungan atau deposito maupun dari tagihan (receivables).
Juga mengeluarkan duit dalam bentuk pembayaran (payables), termasuk bayar bunga (interest), maupun meminjamkan atau bentuk penyertaan (investment).
Tentu itu semua dengan segala variasinya.
Dulu ada aturan 'triple-L': Legal Lending Limit. Intinya, ada batasan untuk menyalurkan kredit kepada anggota kelompoknya atau yang terafiliasi dengannya.
Namun yang namanya pengusaha, kalau tak punya etika bisnis, tentu bisa saja mengakalinya dengan seribu satu macam akal bulus.
Perusahaan-perusahan proxy dengan mudah bisa dibentuknya, dengan lokasi di mana pun, serta pengurus (direksi) perusahaan serta pengawas (komisaris) cabutan yang bisa dijadikan wayang orang. Yang pasti, aktor intelektualnya ya dia-dia juga.
Sang aktor intelektual -- secara dokumentasi legal perseroan terbatas -- senantiasa bisa lolos dari jerat hukum. Ia tak tercatat sebagai direksi maupun komisaris perusahaan itu.
Mungkin terkecuali bila ada pengakuan atau kesaksian dari para 'justice-collaborators', atau ada "pemantauan" (penyadapan) yang sahih dari pihak berwenang.