Jikalau tidak ada skandal, dan kerja politiknya (turun ke bawah, menyampaikan kritik dan saran yang bermutu, dlsb) itu bisa "diterima" oleh rakyat (konstituen), maka akan sangat mempengaruhi popularitas, persepsi kapabilitas serta akhirnya ke tingkat elektabilitas partai, maupun sang kader itu sendiri.
Ambil contoh PSI misalnya. Walaupun PSI belum berhasil menembus parliamentary-threshold di tingkat DPR-RI, akan tetapi kinerja politiknya di DPRD-DKI Jakarta dengan 8 kadernya di sana telah berhasil menaikan tingkat popularitas dan elektabilitas PSI di ibu kota.
Dan ini, oleh beberapa pengamat, diprediksi bakal -- sedikit banyak -- mempengaruhi elektabilitas PSI di tingkat nasional. Lantaran Jakarta, sekali lagi, adalah 'spot-light' blantika perpolitikan nasional.
Sementara itu, diamati pula bahwa keunggulan PDIP sementara ini tidaklah dapat dilepaskan dari faktor 'coattail-effect' dimana kemenangan dua periode berturut di tingkat nasional sangatlah mempengaruhi tingkat elektabilitasnya, bahkan diprediksi masih bisa tetap memimpin sampai pemilu 2024 nanti.
Hanya saja, peristiwa skandal dana bansos yang dilakukan kadernya Juliari Peter Batubara (Mensos) baru-baru ini, serta terkatung-katungnya kasus Harun Masiku bakal menjadi batu sandungan yang cukup berarti. Ini mesti segera diatasi dengan kerja politik yang lebih bersih lagi demi memperbaiki citranya.
Sementara itu Riandi juga menilai, gebrakan PSI yang bekerja dengan sungguh-sungguh di parlemen Jakarta terbukti telah menyedot perhatian publik, bahkan sampai ke tingkat nasional.
"Dari awal masuk DPRD, wakil rakyat dari PSI gencar memelototi penggunaan anggaran oleh eksekutif serta bersikap sangat kritis terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan."
Ia menilai bahwa sikap vokal PSI dalam keseriusannya mengawal uang rakyat terbukti efektif mendulang elektabilitas yang terus meningkat.
Golkar sebagai partai paling senior tentu punya kiat tersendiri dalam menyiasati dinamika politik, di ibu kota bahkan sampai ke pelosok negeri.
Walau ditengarai pula kasus walk-outnya Jamaludin (fraksi Golkar di DPRD DKI Jakarta) ketika PSI menolak kenaikan tunjangan jumbo waktu itu bakal mencoreng kredibilitas partai itu.
Dinamika perpolitikan ibu kota masih terus bergolak, semakin mendekati 2024 bakal semakin menggelegak.