Dari temuan itu, disangkakan bahwa ke-40 wakil rakyat itu masing-masing telah merugikan negara sekitar Rp 150 juta -- Rp 250 juta.
Namun oleh Kejari Manado proses penyidikannya dihentikan sejenak lantaran Pilkada Serentak 2020 yang baru lalu. Katanya supaya tidak mengganggu proses Pilkada, karena ada beberapa anggota ligislatif periode 2014-2019 itu yang ikut dalam kontestasi Pilkada.
Ya inilah keanehannya, mengapa proses hukum bisa dikalahkan oleh proses politik?
Nah dalam keterangan lisannya yang kanal youtube TV5.COM itu, Kepala Kejari Kota Manado, Maryono SH, dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa setelah proses pelantikan Kepala Daerah selesai nanti, maka proses penyidikan akan dilangsungkan kembali.
Lalu apa dampak politiknya? Dan apa pelajarannya buat rakyat? Bukan hanya untuk masyarakat Kota Manado, lantaran fenomena politik busuk seperti ini juga terjadi di beberapa daerah lainnya juga.
Barusan saja kita dikejutkan oleh ulah Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut yang ramai di publik lantaran "dicegat" oleh istrinya persis di depan mobilnya. Dimana sang anggota dewan itu sedang bersama dengan selingkuhannya. Nah lho!
Kita semua tahu bahwa Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut adalah James Arthur Kojongian, ST,MT. dari Partai Golkar.
Kembali ke soal kasus di DPRD Kota Manado periode 2014-2019.
Dampak politiknya jelas besar dan sangat signifikan. Sampai-sampai waktu itu Pimpinan Laskar Manguni Indonesia (LMI), Tonaas Wangko (TW) Pdt Hanny Pantouw, S.Th pun pernah pula mempertanyakan langkah hukum Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado dalam menuntaskan dugaan Korupsi anggaran tunjangan perumahan dan transportasi 40 orang Legislator Manado periode 2014-2019.
Hanny Pantouw bertanya lugas, "Itu tentang dugaan korupsi anggota dewan dang so selesai urusan nya? Tolong wartawan tanya ulang kalau sudah selesai dengan cara apa?" Itu sudah ditanyakannya bulan April tahun yang lalu (2020).
Ini menjadi perhatiannya lantaran Kejari Manado pun secara resmi telah meningkatkan status ke penyidikan (sidik) melalui surat perintah penyidikan nomor : Print-223/P.1.10/Fd.1/01/2020, pada bulan Januari 2020 lalu. Supaya kasusnya tidak terkatung-katung.