Gila!
Dalam suatu diskusi terbatas bersama pengurus salah satu partai politik di Jakarta barusan ini kita mendapat keterangan bahwa -- sejujurnya -- sampai sekarang anggota parlemen tidak ada yang tahu apa isi rincian anggaran yang waktu itu diketuk palu oleh Ketua DPRD dan Gubernur.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Bisa saja, selama mayoritas anggota parlemennya memang tidak mau tahu soal rincian itu tentang apa, berapa dan untuk apa saja?
Memang melelahkan untuk menyisir anggaran yang ribuan itemnya dan membaca angka-angka itu bikin ngantuk, apalagi kalau angka-angka itu tidak ada hubungannya dengan proyek pribadi masing-masing anggota parlemen.
Jadi, walau di publik sudah dinyatakan oleh Ketua DPRD bahwa kenaikan anggaran untuk tunjangan jumbo yang macam-macam itu  sudah dibatalkan, namun tetap saja gelap apa rincian yang ada dalam APBD itu. Dan tak ada yang mau tahu!
Gila! Benar-benar gila. Ini tragedi, dan kabarnya tragedi semacam ini bukan hanya terjadi di Jakarta, namun sudah jadi tradisi di semua daerah!
Bermula dari apa yang -- dulu -- disebut dengan istilah pokir (pokok-pokok pikiran) yang ternyata itu maksudnya adalah jatah proyek bagi masing-masing anggota DPRD.
Berapa nilai "jatah" itu? Minimal 10 persen dari total anggaran! Begitu kabar burung yang pernah hinggap di pohon Mahoni Kawasan Monas dulu.
Jadi kalau anggarannya 80 triliun rupiah, maka "jatah proyek" itu adalah sekitar 8 triliun!
Ini -- ceritanya -- dimaksudkan agar parlemen jadi "bersahabat" dengan eksekutifnya. Tak ada ribut-ribut, semua adem-ayem-tentrem-gemah-ripah-lohjinawi. Keadilan sosial bagi seluruh sahabat dan kerabat. Duh!