Soempah Pemoeda, bukan Sumpah Serapah!
Oleh: Andre Vincent Wenas
Ada tiga butir ikrar dalam teks Soempah Pemoeda:
Pertama: Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah jang Satoe, Tanah Indonesia.
Kedoea: Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Berbangsa jang Satoe Bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean Bahasa Indonesia.
Dalam situasi dan kondisi yang terjajah dan dalam tekanan, para pemuda Indonesia jaman itu bisa menyatukan batin untuk mengikrarkan suatu semangat, spirit perjuangan dan persatuan.
Poetra dan Poetri Indonesia! Luar biasa, identitas kesetaraan gender pun sudah terbaca jelas di situ. Tanah Air, Bangsa dan Bahasa Persatuan yang dijunjung tinggi. Suatu ikatan batiniah yang solid, melampaui perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.
Deklarasi identitas ke-Indonesia-an. Lahir pada periode itu, mengatasi segala perbedaan. Dan 28 Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II menjadi tanda (simbol) yang jelas (muncul ke permukaan) dari suatu semangat kebatinan yang genuine dari bangsa Indonesia, tentang identitas ke-Indonesia-an yang bhinneka tapi tunggal ika.
Hasratnya untuk meraih kemerdekaan lewat persatuan bangsa. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!
Realitas ke-bhinnekaan yang tunggal ika itu pun berakar jauh dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Teridentifikasi dalam kakawin (syair) Sutasoma yang dikarang oleh pujangga besar Mpu Tantular di abad ke-14 dulu.