Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Negara Mafia? Persekongkolan Merampok Negara, Lawan!

26 Mei 2020   16:29 Diperbarui: 17 Oktober 2020   18:05 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini Menteri Erick Thohir juga mengangkat isu mafia alat kesehatan (alkes) dan farmasi (obat-obatan). Ini juga masalah yang bukan baru, kabarnya juga sudah bertahun-tahun berkelindan dengan oknum di Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter, asosiasi rumkit dan tentu saja dewan perwakilan rakyat dan instansi penegak hukum. Wallahualam.

Ada lagi mafia-narkoba yang selentingan beritanya mengabarkan mereka erat hubungan gelapnya dengan penguasa-penguasa partai politik dan penjaga keamanan sebagai patronnya. 

Praktek pencucian uang kerap difasilitasi oleh kekuatan politik tertentu, supaya dana-politik bisa tetap mengalir deras. Politik yang dibiayai oleh uang haram hasil praktek kotor seperti ini jelas menjalankan politik kotor pula. Itu sudah karmanya.

Di belakang praktek mafia-ekonomi memang ada tokoh-tokoh (individu) tertentu yang mengendalikan operasi di belakang layar. Mereka yang boleh dibilang sutradara dari operasi bancakan besar-besaran ini. Namun mereka tidak bekerja sendiri. Jejaring atau tentakel mereka ada di setiap instansi. Komprador-komprador inilah yang ikut menikmati (aji mumpung) dan oleh karenanya ikut 'memproteksi' para mafia ekonomi ini. Simbiose-mutualisme dalam proses pembusukan (corruptio) bangsa ini.

Struktural dan sistematis sekali proses pembusukannya. Juga sangat massif, kontaminasinya dari luar, dari dalam, dari tengah, dari pinggir, dari atas dan juga dari bawah. Mereka beroperasi seperti karet busa yang bisa menyerap aspirasi ketamakan aparat di instansi mana pun. Benteng pertahanan moral/akhlak aparat terus menerus dibombardir dengan meriam berlaras ganda dengan amunisinya: fulus dan mulus.

Belum lagi ditambah dengan praktek curang transfer-pricing yang ilegal. Sudah berapa ratus trilyun negara dirugikan. Sehingga kalau dipikir-pikir, akumulasinya mungkin sudah puluhan ribu trilyun kerugian negara akibat konspirasi para mafia perekonomian ini.

Gambaran sketsa ini memang muram dan mengerikan. Para mafia itu juga tak segan-segan untuk menghabisi karir politik maupun karir profesional mereka-mereka yang tak bisa bekerja sama dalam skenario jahatnya. Bahkan sampai 'menghilangkan' orang pun bisa terjadi. Contoh kecilnya lihat saja DPO (daftar pencarian orang) yang sampai sekarang tidak jelas kabar beritanya. Ada yang bilang sudah dibunuh lah, masih terus dicari lah, dan berbagai karangan cerita lainnya.

Lalu apakah kita mesti menyerah, pasrah dan jadi apatis? Tentu saja tidak. Hanya satu kata, lawan!

Bagaimana melawannya?

Pertama-tama, ke dalam kita masing-masing (diri sendiri) mesti terus semangat dan terus membangun daya kritis. Lalu ke luar kita beri dukungan moral dan dukungan politik kepada para pemimpin yang (relatif) bersih dan yang sedang berupaya membersihkan praktek-praktek kotor para mafia perekonomian ini. Jelas ini bukan pekerjaan mudah. Bahkan sangat berisiko, bahkan nyawa pun dipertaruhkan.

Terus tumbuhkan kesadaran politik bangsa, untuk nanti memilih pemimpin dan partai politik yang sungguh amanah. Jangan mau lagi terbuai, dan jangan pernah memberhalakan organisasi/ partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun