Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Serat Nagarakretagama, Surat Utang Negara dan Ibu Kota Negara Baru

10 Mei 2020   21:38 Diperbarui: 21 Mei 2020   19:37 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, sewaktu menulis Serat (kakawin) Nagarakretagama, Mpu Prapanca mesti cerdas dan sangat hati-hati. Banyak pesan-pesannya yang disampaikan secara tersirat. Kenapa? Ya lantaran Mpu Prapanca adalah seorang pujangga istana, ia ada di 'inner-circle' kekuasaan.

Serat Nagarakretagama ditulis sebagai pujasastra (sastra pujian), juga sekaligus berfungsi sebagai lembaran negara yang mencatat kegiatan dan peristiwa seputar istana raja. Mpu Prapanca berada di epicentrum kekuasaan kemaharajaan Majapahit yang digdaya itu.

Apakah di dalam konstelasi negara (kerajaan) Majapahit saat itu tak ada intrik politik? Tentu saja buaaanyaaakkk... oleh karena itu mesti bijaksana juga eling lan waspada terhadap kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyak kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.

Dan sebagai 'orang-dalam' istana, Mpu Prapanca alias Dharmadyaksa Kasogatan Dang Acarya Nadendra, bolehlah dibilang berhasil menjalankan tugas keempuannya.

Sekarang.

Mpu keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga harus sangat hati-hati saat menulis Surat Utang Negara.

Mesti penuh perhitungan rasional dan tidak boleh keluar dari pakem negara, yaitu Undang-Undang No. 17/2013 tentang Keuangan Negara yang membatasi rasio utang maksimal 60% dari PDB (kita sekarang belum sampai 30%nya). Mpu Sri Mulyani selama ini selalu rasional dan prudent saat menulis Surat Utang Negara.

Baca saja ulasan Yustinus Prastowo (staff khusus Menkeu) yang merespon kritik Fuad Bawazier soal utang. Atau simak deh video penjelasan dari Bossman Mardigu yang juga viral di medsos. Judulnya 'Menyoal Utang: Adu Ilmu sama Bossman Mardigu', sangat menarik dan gampang dicerna.

Intinya, utang yang produktiflah yang diurus, bukan yang konsumtif. Utang produktif itu sudah banyak terkonversi jadi infrastruktur dimana-mana (jalan, pelabuhan laut/udara, pendidikan, kesehatan, bendungan, pertahanan, perbatasan, dll). Intinya, proyek infrastruktur yang sudah lama direncanakan ya direalisasikan, yang mangkrak-mangkrak ya dibereskan. Sederhana kok.

Apakah sudah tuntas? Ya belum semua, namanya juga berproses. Tapi kemajuannya toh terasa sekali.

Mpu keuangan yang satu ini boleh juga. Sama seperti dulu di seputaran istana Majapahit, berkeliaran juga kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyaklah kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun