Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Terusan Panama-Papers atau Cetak Duit Lagi?

2 Mei 2020   17:42 Diperbarui: 3 Mei 2020   14:54 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini mau ngomong soal Terusan Panama? atau Panama-Papers? atau soal Terusan dari kasus Panama-Papers?

Disclaimer dulu: Iya kita tahu, bahwa tidak semua duit yang ada dalam daftar Panama-Papers itu ilegal. Banyak juga yang lurus (baik secara hukum positif maupun hukum moral/etika). Walahuallam.

Ibaratnya seperti ada aktivis berteriak, "Separuh pejabat di Balai Kota korupsi!" Lalu Satpol-PP datang, ia 'diminta' mengoreksi pernyataannya. Sang aktivis nurut, besoknya ia teriak lagi, "Separuh pejabat Balai Kota tidak korupsi!"

Terusan Panama adalah sodetan besar buatan untuk memotong jalur pelayaran kapal laut. Tidak perlu lagi memutar mengitari benua Amerika bagian selatan. Bisa menghemat waktu, energi dan ongkos.

Kalau Panama-Papers, adalah dokumen yang tadinya sangat rahasia. Kenapa rahasia? Ya karena berisi catatan yang tidak mau diketahui orang lain, apalagi oleh orang banyak. Amit-amit hukumnya.

Sedangkan 'Terusan Panama-Papers' adalah kisah lanjutan dari kasus Panama-Papers yang dulu sempat gaduh. Bagaimana ya kelanjutannya? Apakah ada sekuel lanjutannya? Apa sudah lupa?

Dokumen Panama itu catatan tentang apa sih?

Refreshing saja. Dalam dokumen Panama itu berisi 11,5 juta catatan rahasia dari 214.000 perusahaan berbagai negara yang bocor lantaran diretas. Kabarnya ini bocoran terbesar dalam sejarah jurnalisme data.

Dimana-mana yang namanya bocoran itu selalu menegangkan syaraf. Seperti kondom bocorlah, pasti bikin deg-degan bukan?! Tegang dan mendebarkan.

Tapi kenapa dokumen Panama itu mesti dirahasiakan atau disembunyikan?

Ya iyalah, selain sebagai bagian dari tax-planning (hasil nasihat para financial-advisors yang canggih), juga lantaran itu adalah juga catatan tentang uang haram.

Tax-planning itu selain artinya 'menata perpajakan' (konotasinya baik), juga dikenal sebagai sebutan lain (versi santun) dari strategi 'menghindari pajak' (konotasinya jadi buruk).

Skema Panama-Papers itu gampangannya begini.

Budi adalah seorang anak yang rajin bekerja dan menabung di celengan. Tapi ibu si Budi selalu saja kepo terhadap celengan Budi di rumah. Budi pun gerah, ia ingin privasi.

Maka pergilah Budi ke rumah kawan baiknya, Rahmat, di kampung ujung. Rahmat bersedia menyimpan celengan Budi di lemarinya. Mereka pun bikin perjanjian, tentu ada juga sedikit 'uang lelah' buat Rahmat yang mesti nyatet dan menjaga rahasia itu. Fair dong.

Budi pun lega, tak ada lagi gangguan privasi. Tapi ternyata Rahmat yang sudah terkenal pendiam dan jago nyimpen rahasia ini tidak cuma mengurus celengannya Budi. Ada juga celengan si Samsul, si Tompel dan si Kalap. Semua ikut ngumpul di lemari Rahmat.

Samsul menyelengkan duit hasil jualan mangga curian dari kebun tetangga. Tompel dapatnya dari hasil mengutil uang belanja ibu. Sedangkan si Kalap dari memeras adik kelasnya. Uang haramlah.

Suatu ketika, ibu si Rahmat lagi bersih-bersih rumah dan mendapati banyak celengan (dan catatannya) di lemari anaknya. Apa-apaan ini? Kok gak pernah bilang-bilang!

Gaduhlah dunia persilatan. Catatan pun bocor ke pihak ketiga, keempat, kelima... dst, sampai ke meja Dirjen Pajak, Meja Kejaksaan, dan Meja Kabareskrim. Semua melotot, gede amat... celengannya.

Budi tentu bisa menjelaskan asal-usul celengannya, ia pun aman. Tapi Samsul, Tompel dan Kalap jelas merasa tidak aman dan sama sekali merasa tidak nyaman.

Mereka pusing memikirkan alibi apa yang mesti dikarang. Tapi dasar licik dan lihai, sampai sekarang mereka masih bisa berkelit. Namun hati mereka tak pernah tenang. Deg... deg... deg...

Panama-Papers adalah kumpulan 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh Mossack-Fonseca. Firma hukum dan penyedia jasa pengelolaan aset berlokasi di Panama (didirikan tahun 1977) oleh Jrgen Mossack dan Ramn Fonseca. Fokusnya di perlindungan aset, perencanaan pajak dan properti. Cabangnya ada di lebih dari 40 negara.

Dokumen Panama ini isinya informasi detail lebih dari 214.000 perusahaan, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya.

Wow... seru, kayak baca buku 'Menjerat Gus Dur' (karya Virdika Rizky Utama) yang ditulis berdasar dokumen yang bocor ke tempat sampah di kantor Golkar.

Jejak digital kasus Panama-Papers ini bisa ditelusuri sendiri, untuk mengisi waktu selama Work From Home.

By the way, Panama-Papers hanyalah perwakilan kasus saja. Untuk menggambarkan betapa banyaknya potensi duit WNI yang lagi diparkir di luar negeri.

Selain Panama-Papers juga ada Paradise-Papers. Atau yang sudah umum khan ada Swiss-Papers, HongKong-Papers, Singapore-Papers, Aussie-Papers, CaymanIsland-Papers, VirginIsland-Papers dan berbagai papers lainnya.

Jadi apa relevansinya kita ngomong soal duit WNI yang diparkir di LN ini?

Begini. Barusan ini Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI mengusulkan pada pemerintah untuk mencetak duit lagi senilai Rp 400 -- 600 trilyun sebagai penopang dan opsi pembiayaan. Mengingat situasi ekonomi global yang lagi slowing down, gak gampang cari sumber dana.

Usulan ini sontak mendapat tanggapan dari Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara. Ia menyayangkan usulan Ketua Banggar DPR-RI itu. Mestinya ada kajian mendalam dan hitung-hitungan yang cermat dulu. Karena konsekuensinya hyper-inflasi.

Jangan sampai lantaran supply uang yang tidak berdasar demand atau underlying-assets mengakibatkan hyper-inflasi. Dulu Zimbabwe pernah inflasi sampai 230 juta persen di tahun 2008. Khan gila. Malah bisa berbalik memukul daya beli masyarakat. Masa untuk beli selusin telur mesti bawa uang kontan satu ransel penuh?

Padahal duit kita ada kok di celengan, hanya saja lagi diindekoskan di kampung ujung.

Jadi bagaimana kalau DPR-RI sepakat bersama pemerintah untuk "meminta" para pemegang rekening macam-macam "Papers" tadi supaya bisa dipulangkan dulu, repatriasi. Utopiskah? Tidak juga.

Semasa kampanye pilpres yang lalu, Prabowo Subianto pernah menyebut bahwa uang WNI yang 'parkir' di luar negeri jumlahnya mencapai Rp 11.000 trilyun.

Presiden Joko Widodo pun mengonfirmasi itu, "Datanya saya ada di kantong saya ada. Yang hadir di sini saya hapal satu, dua masih nyimpan di sana, masih. Wong namanya ada di kantong saya." Begitu ujarnya saat sosialisasi Tax Amnesty 2016, di Makasar dulu.

Untuk kasus dana yang ada Swiss saja, Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis), pernah mengungkapkan bahwa Tax amnesty 2016 yang lalu menghasilkan deklarasi harta kurang lebih Rp 4.800 trilyun. Terdiri dari Rp 3.800 trilyun deklarasi dalam negeri, Rp 1.000 trilyun deklarasi luar negeri, dan Rp 145 trilun repatriasi.

Sedangkan menurut Tax Justice Network, paling sedikit ada sekitar 331 miliar dollar AS (Rp 4.600 trilyun) harta WNI yang diparkir di Swiss. Jadi masih ada sekitar Rp 3.500 trilyun yang belum ikut dalam program tax-amnesty kemarin. Ini perlu pendalaman lebih lanjut.

Bagi mereka yang masih memarkir dananya di Swiss, menurut Yustinus Prastowo ada dua kemungkinan, yakni orang Indonesia yang menempatkan dananya di Swiss telah ikut migrasi sebelum Tax Amnesty atau percaya diri tak akan tersentuh otoritas pajak di Indonesia.

Hmmm.... eng... ing... eng... Mari lanjutkan pendalamannya...

Kita tahu bahwa Indonesia pun sudah menandatangani MLA (Mutual Legal Asisstance) dengan Swiss. Ini langkah maju, utamanya dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan perpajakan. Karena selama ini sulit dilakukan akibat kendala akses dan daya jangkau.

Yustinus Prastowo menegaskan, "MLA ini akan memungkinkan bantuan pelacakan, perampasan, dan pengembalian aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss."

Sebelumnya (dalam Tax Amnesty 2016) Swiss tidak termasuk dalam lima besar negara asal harta deklarasi wajib pajak Indonesia. Padahal, Swiss dikenal sebagai negara surga pajak tertua dan sangat populer. Justru lima besarnya ditempati Singapura, Virgin Islands, Hong Kong, Cayman Islands, dan Australia.

Apalagi Indonesia juga sudah gabung dengan global Automatic Exchange of Information (AEOI). Suatu kerja sama membuka akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dan telah diikuti tidak kurang dari 106 negara.

Sippp deh... problem (potentially) solved! Ada Terusan Panama-Papers (alias dana WNI yang lagi indekos di LN) sebagai sodetan besar. Gak usah muter-muter (cetak duit lagi). Lha wong sudah ada kok, cuma celengannya lagi indekos di rumah teman di ujung kampung.

"Ndang balio...o, Aku loro mikir kowe, Ono ning endi... Ndang balio... Sri... Ndang balio..." -- Didi Kempot.

02/05/2020

*Andreas Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa

Sumber: Kontan, Indo Crop Circles, Detik 1, 2, 3, Setkab, Kompas, Tempo.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun