Dokumen Panama ini isinya informasi detail lebih dari 214.000 perusahaan, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya.
Wow... seru, kayak baca buku 'Menjerat Gus Dur' (karya Virdika Rizky Utama) yang ditulis berdasar dokumen yang bocor ke tempat sampah di kantor Golkar.
Jejak digital kasus Panama-Papers ini bisa ditelusuri sendiri, untuk mengisi waktu selama Work From Home.
By the way, Panama-Papers hanyalah perwakilan kasus saja. Untuk menggambarkan betapa banyaknya potensi duit WNI yang lagi diparkir di luar negeri.
Selain Panama-Papers juga ada Paradise-Papers. Atau yang sudah umum khan ada Swiss-Papers, HongKong-Papers, Singapore-Papers, Aussie-Papers, CaymanIsland-Papers, VirginIsland-Papers dan berbagai papers lainnya.
Jadi apa relevansinya kita ngomong soal duit WNI yang diparkir di LN ini?
Begini. Barusan ini Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI mengusulkan pada pemerintah untuk mencetak duit lagi senilai Rp 400 -- 600 trilyun sebagai penopang dan opsi pembiayaan. Mengingat situasi ekonomi global yang lagi slowing down, gak gampang cari sumber dana.
Usulan ini sontak mendapat tanggapan dari Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara. Ia menyayangkan usulan Ketua Banggar DPR-RI itu. Mestinya ada kajian mendalam dan hitung-hitungan yang cermat dulu. Karena konsekuensinya hyper-inflasi.
Jangan sampai lantaran supply uang yang tidak berdasar demand atau underlying-assets mengakibatkan hyper-inflasi. Dulu Zimbabwe pernah inflasi sampai 230 juta persen di tahun 2008. Khan gila. Malah bisa berbalik memukul daya beli masyarakat. Masa untuk beli selusin telur mesti bawa uang kontan satu ransel penuh?
Padahal duit kita ada kok di celengan, hanya saja lagi diindekoskan di kampung ujung.
Jadi bagaimana kalau DPR-RI sepakat bersama pemerintah untuk "meminta" para pemegang rekening macam-macam "Papers" tadi supaya bisa dipulangkan dulu, repatriasi. Utopiskah? Tidak juga.