*Istana Presiden Bukan Tempat Petentengan Kaum Oportunis!*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Lantai 4 West-wing di White House ada kantor para staf-khusus presiden Amerika Serikat. Disitu isinya orang-orang kepercayaan saja, tugasnya membantu presiden. Dengan ide-ide, pemikiran strategis, kreatif dan yang semacamnya. Bukan malah merepotkan!
Tidak ada urusan dengan usia tua atau muda, mereka dipilih lantaran kompetensinya, dan mampu bertanggungjawab atas penugasannya.
Jelas tidak boleh aji-mumpung. Mumpung dekat dengan presiden lalu semena-mena memanfaatkan posisi kedekatannya. Dengan alibi apa pun. Istana Presiden bukan tempat petentengan kaum oportunis!
Ini juga kantor publik, jadi ada tanggungjawab publik disitu. Kalau bikin kesalahan (apalagi yang fatal), langsung mengundurkan diri saja. Tak perlu presiden yang suruh-suruh lagi. Tahu diri!
Tapi itu di negara lain. Bagaimana dengan staff-khusus yang ada di Indonesia?
Istana Kepresidenan adalah simbol pusat pemerintahan. Tempat lahirnya kebijakan-kebijakan skala nasional dan internasional. Kebijakan berjangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Juga keputusan-keputusan mendesak yang harus segera diambil oleh kepala negara dalam hitungan jam atau hari saja.
Oleh karena itulah presiden tidak sendirian di istana. Selain para menteri yang memimpin lembaga kementeriannya, ada juga para staff-khusus yang seyogianya juga jadi think-tank terdekat presiden. Supaya presiden bisa mengambil keputusan yang terbaik.
Sekali lagi, yang mengambil keputusan dan tindakan adalah presiden. Bukan staff-khusus.
Ada staff-khusus yang namanya Andi Taufan Garuda Putra. Dia berkirim surat yang ia tanda tangani sendiri, dengan kop surat resmi, langsung kepada para camat. Surat itu tentang kerja sama PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) miliknya yang katanya bakal berpartisipasi  menjalankan program relawan desa lawan COVID-19. Sumatera dan Sulawesi adalah area yang disasarnya.