Adalah Marcus Tullius Cicero yang mengatakan, "It is not by muscle, speed or physical dexterity that great things are achieved, but by reflection, force of character and judgement."Â
Bahwa keagungan bukalah dicapai lewat kedegilannya dalam adu otot, tapi lewat kerja kecendekiaan, karakter, dan bijaksana dalam menimbang perkara.
Bukan dengan merasa kuat lantaran dibekingi gerombolan preman (mafia maupun konglomerat hitam) lalu kege'eran merasa hebat.Â
Melainkan dengan kemampuan menafsirkan realitas sosial (reflection), berbekal kerendahan hati (character), serta kecerdasan intelektual, dan kecerdasan emosional (judgement) yang terasah.
Terasahnya lewat keberanian mengarungi lautan pengalaman (experience, dan ketegasan memutuskan pilihan-pilihan hidup yang menerpa. Serta siap menanggung dan bertanggung jawab atas segala risikonya dari setiap keputusan yang diambil.
Segala akrobat politik yang sedang dipertontonkan oleh para petualang kekuasaan saat ini hanya terbaca sekadar sebagai upaya pengelabuan. Kerja tipu sana tipu sini yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Inilah yang terbaca dari fenomena sosial yang terjadi dalam kancah perpolitikan akhir-akhir ini.Â
Entah itu partai politik yang adigang adigung merasa kuasa, atau gubernur (kepala daerah) yang juga kege'eran merasa paling kuat. Padahal dia sendiri tahu persis bagaimana ia bisa sampai bisa duduk dalam tampuk kekuasaan.
Bagaimana ia dulu dengan siasat machiavellisme telah menghalalkan segala cara demi menyerobot suara rakyat. Entah itu dalam bentuk politik uang, kampanye hitam, atau siasat jahat bahkan secara fisik sekalipun kalau itu dipandang perlu.
Padahal semua yang diperebutkan itu adalah hal yang semu dan fana (tak ada yang abadi). Sejarahlah yang akan menguji kadar kemurnian niat bakti mereka.Â
Perjalanan waktu jualah yang akan membuktikan dan generasi mendatang akan jadi hakimnya.