Mohon tunggu...
ANDRE SUNARTA
ANDRE SUNARTA Mohon Tunggu... -

SEORANG PENJAGA PANTAI, DI PULAU KECIL YANG INDAH

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Negatif Pemilukada dalam Pembangunan Selayar

23 September 2010   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi yang kita banggakan di Indonesia berkembang dalam  polarisasi yang terus berubah hingga kita merasakan era otonomi derah. Sebuah sampel kecil saya ambil di Daerah yang saya diami bernama Kabupaten Kepulauan Selayar. Daerah ini baru saja menggelar pemilukada sebagai bentuk perwujudan demokrasi. Tentunya ini merupakan satu pembelajaran Politik yang berharga bagi masyarakat, akan tetapi apakah Pemilukada   kemudian tidak meninggalkan  esensi dasar  tujuan dari Politik yang sesungguhnya?

Kabupaten Kepulauan selayar adalah daerah di Ujung selatan sulawesi selatan yang dalam pengembangannya kemudian mencoba melepaskan diri dari keterisolasian dan ketertinggalannya dibandingkan daerah lain. Pemerintah Pusat maupun propinsi sangat mendukung upaya tersebut. Ini terlihat pada beberapa peran penting yang diberikan kepada daerah ini, yaitu sebagai daerah pengembangan Ikan Karang Nasional, sebagai daerah bandar Niaga kawasan timur Indonesia, dan banyak lagi peran lain yang masih dalam tahap persiapan. Akan tetapi justru kemudian kesiapan untuk peran tersebut belum dimiliki oleh pemerintah daerah.

Meskipun, pemenuhan infrastruktur dasar masyarakat terus diupayakan, dan beberapa pengembangan diberbagai leading sektor akan tetapi pada prinsipnya  masih membutuhkan 5 sampai 10 tahun ke depan agar daerah ini siap menjalankan peran yang diberikan , bahkan jika salah langkah dalam mengambil kebijakan peran tersebut dapat saja terlepas dan tidak mampu dijalankan, Why?

" salah seorang pejabat Lingkup Daerah  Kabupaten kepulauan Selayar menjelaskan, ketika saya tanya, mengapa permasalahan musiman, seperti Banjir tahunan di Pinggir pantai, masalah listrik, air bersih, masalah pengangguran  dan sebagainya tidak bisa diatasi oleh Pemkab sampai saat ini? ia menjawab bahwa sebenarnya dari perencanaan di atas kertas hampir setiap tahun kita melakukan evaluasi dan identifikasi masalah di masyarakat, dan item-item strategis itu setiap tahun kita masukkan program untuk mengantisipasinya, akan tetapi apakah pemilik kebijakan memasukkannya di program, kemudian apakah Legislatife menerima jika diajukan, dan apakah pelaksana di lapangan mengejakan dengan baik  jika  program dikabulkan? itu pertanyaan mendasar merupakan retoris terhadap sebuah kinerja dalam kelembagaan pemerintahan. perlu diketahui bahwa Pola pembangunan yang berjalan hanya sekita 40 % yang berdasar pada perencanaan sementara selebihnya menganut pola aspiratif. pola Aspiratif inilah yang kemudian dipertanyakan. Karena  Aspirasi yang muncul bukanlah atas aspirasi dari tingkatan  Musrembang akan tetapi merupakan aspirasi person yang penilaiannya bukan pada kinerja melainkan pada faktor politis.

Hal ini bukan hanya berlaku pada Siapa dan apa yang diusulkan, akan tetapi dapat dilihat juga pada penempatan pejabat struktural. Banyak Pejabat yang ditempatkan pada tempat yang bukan semestinya jadi kembali lagi pada the right man on the right place. Namun apa yang terjadi , penempatan pejabat adalah dilihat dari  dimana dan sejauh mana anda memberikan Kontribusi dalam pemenangan pemilukada. Bukan pada sejauh mana anda bekerja untuk melaksanakan program yang diberikan kepada anda!

Mungkin naif jika mengatakan bahwa ini terjadi di Seluruh SKPD akan tetapi,  ini terjadi meskipun tidak secara keseluruhan. dan harus disadari bahwa Perjalanan pembangunan adalah sistem yang memiliki keterkaitan antara seluruh bidang jika 10 % dari sistem tersebut tidak berjalan maka 90% yang lain akan ikut pincang.

Meraih dukungan politis yang baik adalah  dengan menumbuhkan citra yang baik melalui Kinerja. bukan meraih simpati dengan memenuhi keinginan person per person karena itu membutuhkan high cost dan kebijakan tersebut akan mengakibatkan high risk bagi pelaku politik dengan modus seperti ini.

Dan pada akhirnya, pemerintahan akan berjalan 5 tahun hanya untuk mempersiapkan Pemilukada setiap 5 tahun. Korupsi berjamaah, lahirnya kroni-kroni penguasa, kesenjangan antara kelompok politis, keterabaian terhadap kepentingan umum pasti akan terjadi. Rakyat akan belajar demokrasi busuk yang kemudian akan mendarah daging dan menjadi budaya jelek yang akan merusak generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun