[caption id="attachment_128844" align="alignnone" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Pujian, sanjungan dan ketakjuban mewarnai hari-hari hampir semua produk jaringan sosial, mulai dari generasi sejenis Yahoo Messanger, hingga kenegarasi Facebook seperti sekarang ini. Bahkan banyak negara dewasa ini, menggunakan jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter untuk melakukan komunikasi, publikasi dan pencitraan kepada masyarakat ataupun rakyatnya. Karenanya tidak heran, banyak negara secara resmi membuka kanal resmi di media sosial ini. Namun seiring perjalanan waktu dan perkembangan sosial, ekonomi, teknologi dan sebagainya, peran jaringan sosial semakin meluas bahkan bukan saja digunakan untuk hal-hal yang bersifat pribadi, komunitas atau juga bisnis, namun jauh dari itu, dunia politikpun masuk kedalam jaringan sosial ini, bahkan militer hingga intelejen juga hidup didalamnya. Hingga akhirnya saat ini, perubahan-perubahan dalam politik suatu negara, ataupun masalah-masalah yang menyangkut situasi keamanan dalam negara, peran jaringan sosial mau tidak mau ikut juga terlibat secara tidak langsung. Dimulai dari pergolakan politik di Tunisia, kemudian merambat ke Mesir, lalu Yaman, Libya, Arab Saudi, hingga saat ini merambah ke Afrika Selatan, dan beberapa negara timur tengah serta Afrika lainnya. Bukan saja jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter yang dipersoalkan, layanan berbasis massa lainnya seperti Blackberry Messanger pun tidak lepas dipermasalahkan oleh pemerintah banyak negara, termasuk Indonesia sendiri. Bahkan Inggris setelah terjadinya huru-hara lalu, sempat mengancam untuk menutup Facebook yang ikut dipermasalahkan karena para perusuh menggunakan jaringan sosial tersebut sebagai media untuk mengumpulkan kekuatan massa. Afrika Selatan, Singapura dan Indonesiapun tidak berbeda jauh dengan Inggris, merekapun melakukan hal yang sama dengan penyedia layanan fenomenal RIM dengan Blackberrynya. Mereka pergunakan dalam berkomunikasi dan meminta pihak RIM untuk memberikan akses kepada aparat pemerintahan mereka agar dapat membuka pesan-pesan yang digunakan oleh para pengguna Blackberry Messanger dalam berkomunikasi. Inilah yang sungguh dan amat disayangkan dari sikap dan pemikiran negara-negara yang sekarang ini terhadap perkembangan jaringan sosial. Mereka hanya memandang dari dampak negatifnya, tanpa mempedulikan apa yang telah banyak diperbuat dan diperoleh melalui jaringan sosial. Sebagaimana perangkat komunikasi seperti telepon atau juga perangkat bergerak lainnya, begitupun jaringan sosial. Apakah bila terjadi masalah-masalah terhadap negara atau suatu pemerintahan maka teknologi yang disalahkan.? sungguh pemikiran yang tidak logis dan diluar akal sehat bahkan dapat dianggap sebagai suatu pemikiran putus asa. Seandainya jaringan sosial tidak adapun, masih banyak media yang dapat membantu konsolidasi massa, bukankah penggunaan telepon seluler saat ini sama seperti halnya penggunaan pakaian ataupun jam tangan. Hampir setiap orang pasti mempunyai telepon seluler. Nah, jika kemudian muncul pesan melalui SMS yang bernada politik atau juga mengacu kepada suatu gerakan massa, apakah operator seluler dipersalahkan, atau bahkan apakah pembuat telepon seluler yang disalahkan. Boleh kita kesal atau jengkel dengan jaringan sosial atau juga media-media sosial lainnya, namun sepatutnya kita ingat bahwa, semua itu hanyalah bagian kecil dari sarananya saja, bukanlah hal yang besar atau juga sebagai suatu yang amat ditakutkan. Sebagaimana pemerintah kita mengajukan permohonan kepada pihak RIM agar pihak RIM memberikan kode atau kunci rahasianya agar aparat keamanan kita dapat membaca data-data yang terenkripsi didalam BBM, sebenarnya adalah suatu contoh dari ketidak mampuan SDM di negeri ini, atau dapat juga dikatakan ketakutan atau keputus asaan pemerintah dalam menghadapi kemajuan teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H