Sejak 19 Maret lalu sejak dimulainya serangan pasukan NATO dan Amerika Serikat ke Libya, belum ada tanda-tanda bahwa Khadafy akan meletakan jabatannya ataupun memberikan isyarat untuk meninggalkan tanah kelahirannya tersebut, sebagaimana ultimatum yang diberikan oleh NATO dan Amerika terhadap dirinya serta seluruh pejabat pemerintahannya. Serangan atas Libya yang direstui PBB itu, dimaksudkan untuk membuat peti mati bagi pimpinan Libya tersebut, bahkan spekulasi dari para intelejen Amerika sendiri yang dikemukan langsung oleh Hillary Clinton, bahwa Khadafy tinggal menghitung hari, nyatanya sampai saat ini tidak terbukti.
Kerjasama sempurna antar banyak negara yang tergabung dalam NATO, serta didukung oleh dana yang tidak pernah habis, masih belum mampu untuk membuat pemimpin Libya tersebut lengser keprabon. Bahkan perang urat syaraf, politik adu domba, hingga iming-iming kenikmatan duniapun, masih tidak dapat menaklukan keteguhan hati sang Kolonel untuk membuat keputusan yang banyak ditunggu-tunggu musuh-musuhnya.
Inggris sendiri bahkan telah menyiapkan sebuah solusi, mengatur bagaimana agar sang Kolonel dapat meninggalkan Libya dan menyerahkan kekuasaannya kepada para pemberontak. Menteri Luar Negeri William Den Haag, berbicara di London menjelang pembicaraan bilateral dengan menteri luar negeri Perancis Alain Juppe tentang bagaimana mengatasi situasi di Libya. Namun solusi tersebut nampaknya tidak familiar bagi perkembangan di Libya, karena tetap menekankan terhadap keluarnya Khadafy dari pemerintahan dan juga dari negerinya sendiri.
Pada hari Minggu, pesawat terbang Inggris membom sebuah bangunan yang mereka klaim digunakan oleh pasukan Khadafi, Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa target seperti itu sudah lama digunakan sebagai penutup untuk "kegiatan keji" rezim Khadafi. Namun dipihak Khadafy sendiri, mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan NATO terhadap sebuah tempat Klinik kesehatan, sebagaimana media menyaksikan bahwa tempat tersebut terdapat lambang bulan sabit merah.
Di kompleks yang sama, para wartawan juga melihat sebuah bangunan lainnya berpapan nama "Keamanan Pertanian" yang telah hancur lebur, juga terkena serangan udara dari pesawat-pesawat NATO. Diperkirakan paling sedikit 7 orang tewas dalam serangan NATO tersebut yang terjadi pada pukul 08.00 dan 08.30 waktu setempat atau pukul 13.00-13.30 WIB kemarin.
Nampaknya kerjasama sempurna mereka untuk melengserkan Khadafy belum dapat menggoyangkan posisi sang Kolonel tersebut, walau semua analis militer, intelejen, dan para pengamat dunia, boleh mengatakan Khadafy tinggal menghitung waktu, namun yang terjadi justru sebaliknya, keputusasaan para pemberontak, serta keraguan dipihak NATO justru terjadi. Bahkan merekapun saat ini sedang mengkaji jumlah dana yang telah mereka buang hanya untuk membom Khadafy yang terbuang sia-sia tanpa hasil apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H