Mohon tunggu...
R. ANDRY DANOESUBROTO
R. ANDRY DANOESUBROTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Antivirus Analyts

Tinggal di Lampung, CEO sebuah perusahaan Internasional Freight Forwading

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dunia Tersenyum, Tripoli Dibombardir 72 jam

18 Juni 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak Jumat kemarin 17/06 ibukota Libya dihujani oleh roket-roket raksasa dan bom-bom yang luar biasa besarnya. Selama 72 jam lebih kota Tripoli berada dalam hujanan Bom-Bom dari NATO. Serangan tersebut tidak mengarah ke fasilitas militer, namun serangan tersebut sporadis dan sangat mengerikan.

Tidak luput dari serangan terakhir NATO tersebut adalah Universitas, bangunan-bangunan sipil dan rumah-rumah penduduk, hotel-hotel serta fasilitas umum lainnya. Serangan yang membabi-buta ini, telah merenggut korban jiwa, namun hingga saat ini, belum ada laporan resmi menyangkut jumlah korban terakhir dalam serangan yang dimulai Jumat waktu Libya tersebut yang berlangsung tiada henti selama 72 Jam.

Disisi lain, para pemberontak seolah mendapat angin surga, setelah mereka mendapat lampu hijau untuk mendirikan kantor perwakilan mereka di Washington, dan beberapa negara sekutu Amerika Serikat. Menurut sumber dari media-media Internasional, serangan gencar juga dilakukan oleh para pemberontak untuk menduduki ibukota Tripoli. Mereka telah melakukan koordinasi dengan NATO, sehingga setelah serangan roket dan bom jarak jauh NATO, diperkirakan Tripoli akan hancur lebur, sehingga dengan mudah pemberontak akan dapat masuk ke Ibukota.

Bila kita lihat, betapa kejamnya dan sadisnya apa yang terjadi di Libya, pembantaian sebenarnya bukanlah dari pasukan pemerintah loyalis Khadafy, namun sesungguhnya NATO yang membantai penduduk Libya. Belum lagi isu yang dilontarkan oleh Amerika, menyangkut perkosaan massal oleh para pasukan loyalis Khadafy terhadap penduduk diwilayah pemberontak, yang tentu saja, isu tersebut dilontarkan untuk memperlemah posisi Khadafy dimata Internasional.

Tidak ada suara yang mendukung Khadafy, seperti saat jayanya dahulu. Semua teman-teman asingnya seperti meninggalkan Khadafy begitu saja. Bahkan para negara-negara yang tergabung dalam organisasi yang diikuti Khadafy seolah menutup mata dan bersembunyi ketakutan. Misal saja, OPEC, Non-Blok, dan lainnya.

Begitu pula Indonesia, yang seharusnya bersuara dalam konflik Libya, namun hingga kini, tidak ada suara yang terdengar untuk menyudahi pembantaian manusia di Libya. Sekali lagi, kita tidak melihat pro-khadafy atau pro pemberontak, yang kita lihat adalah bagaimana keadaan manusia dan mereka yang tidak bersalah dalam kemelut di Libya tersebut. Tidak ada bantuan Internasional untuk membantu mereka yang tidak bersalah, tidak ada solusi bagi penduduk Libya yang tidak ikut-ikutan konflik, namun anehnya, justru pihak intrnasional justru membantu salah satu pihak secara terang-terangan dengan mengabaikan masalah vital, yakni kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun