Mohon tunggu...
R. ANDRY DANOESUBROTO
R. ANDRY DANOESUBROTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Antivirus Analyts

Tinggal di Lampung, CEO sebuah perusahaan Internasional Freight Forwading

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan, Kepadamu Kami Mengadu..

27 Juli 2010   03:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada rasanya tempat mengadu, kemana lagi tempat kami mencurahkan isi hati ini..? Dikanan kami, serasa bubuk mesiu yang siap meledakan Kepala ini, disisi kiri belati dan pedang siap menghujam jantung kami. Dibelakang, ribuan moncong senjata siap memuntahkan isinya, dan didepan kami, lautan luas menghadang.. Bukan mengekslusifkan para pahlawan, namun disetiap negara, disetiap bangsa dimanapun dibelahan bumi ini, sakralisme, sanjung,puja dan puji seakan terdengar merdu, memanggil jasa-jasa yang telah diberikan mereka yang disebut pahlawan. Namun dibalik itu tidak ada yang peduli akan kemana nasib dan masa depan setelah menjadi pahlawan termasuk juga akan keluarganya. Memang, sebagian mereka tidaklah sulit kehidupannya, walau banyak yang merasakan penderitaan kerasnya hidup sekarang ini. Banyak memang sekarang ini yang mendapat gelar pahlawan, dan mendapat tempat terhormat. Namun, tidakkah kita ingat, mereka yang berperang dalam artian sesungguhnya perang melawan musuh yang dalam artian perang memerdekakan tanah air yang kita huni ini sesungguhnya. Kehidupan sekarang memang keras dan jauh berbeda, seperti pada era-era kemerderkaan. Tapi, apakah setelah mendapatkan peti jati berukir dan tertutup rapat, dengan diringi pengawalan dijalan, sirene bersautan, tembakan salvo, dan rangkaian bunga ditambah penghormatan militer, sudah cukupkah perhatian kita kepada mereka. Apakah harus tidak peduli lagi dengan yang ditinggalkan?, bahkan sekedar fasilitas kecil bagi kehidupan yang layak untuk para generasi penerus pahlawan ini, juga tidak dibolehkan?. Betapa banyak contoh kehidupan pilu mereka yang disebut pahlawan, dari kehidupan jauh dibawah garis miskin, bahkan disebut miskinpun tidak pantas, karena sudah terlalu jauh dan sulitnya hidup, atau banyak keluarga Pahlawan yang merana, setelah Sang Pahlawan pergi kealam nirwana. Memang tidak semua orang akan meresapi akan makna pahlawan. Jangan berharap Bintang dan Piagam penghargaan kenegaraan dapat membantu kehidupan, jangan berharap predikat "hero" akan menjadikan mulusnya kehidupan. Seandainya jaman dapat diputar kembali, tentunya mereka ingin bernostalgia kembali kejaman mereka berjuang dahulu, walau sulit, namun semangat persatuan,kesatuan dan kebersamaan serta tolong menolong merekat kuat. Walau jaman memang sudah berubah, namun sulit dipercaya, jasa pahlawan tidak lagi dihargai,.Lalu, sebenarnya dimana penjajah dan musuh itu sesungguhnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun