Kontribusi umat Islam dalam perkembangan teknologi saat ini sangat besar, termasuk dibidang komputer yang dikembangkan dengan Algoritma. Algoritma sendiri ditemukan seorang ilmuan Persia yang bernama Al Khurizmi. Algoritma merupakan prosedur langkah demi langkah yang dikembangkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Dalam kecerdasan buatan (AI), algoritma membantu penyelesaian tugas yang biasanya memerlukan penilaian manusia, seperti menerbangkan pesawat, mengemudikan kendaraan, menulis email, dan membuat rekomendasi untuk buku dan film. Komputer bertenaga tinggi membantu menjalankan algoritma ini dengan
kecepatan tinggi.
Ditinjau dari sisi sejarahnya, algoritma sendiri memiliki asal-usul yang sedikit rumit. Algoritma berasal dari kata algarist yang berarti langkah menghitung dengan memanfaatkan angka arab. Sementara itu, orang bisa dikatakan algoritst apabila melakukan penghitungan dengan angka arab. Ahli sejarah tersebut menjelaskan asal kata algoritma yaitu berasal dari nama penulis buku arab.Â
Nama penulis buku arab yang dimaksud adalah Abu Jafar Muhammad Ibnu Musa Al Khuwarismi. Kemudian, Al- Khuwarizmi dibaca oleh orang barat pada kala itu menjadi Algorsm. Buku yang ditulis oleh Al Khuwarizmi yang kemudian menjadi referensi dalam algoritma orang barat yaitu Al Jabar Wal Muqabala. Bila diterjemahkan buku tersebut merupakan buku tentang pengurangan dan pemugaran. Konon dari judul buku tokoh ternama tersebut masyarakat modern mengenal istilah aljabar.
Beberapa negara muslim memimpin pengembangan dan penggunaan kecerdasan buatan (AI). Beberapa contoh diantaranya smart cities,smart security systems, smart education dan medical devices, hingga smart judge yang dapat dengan mudah menyelesaikan sengketa property, digunkan dinegara-negara seperti UEA, Arab Saudi, Oman, Iran, Pakistan, Malaysia, dan lainnya. Namun, ideologi dan filosofi yang mendukung pengembangan dan penggunaan AI dari perspektif Islam belum untuk menerima perhatian yang layak.
AI sendiri merupakan teknologi terapan yang memanfaatkan ilmu-ilmu dasar yang ada saat ini. Teknologi pada AI, salah satunya seperti Machine Learning, baik supervised, unsupervised, dan semisupervised, menggunakan perhitungan matematis yang pada dasarnya merupakan implementasi dari ilmu matematika. Ilmu matematika sendiri merupakan ilmu dasar yang mana banyak dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim, diantaranya Al Khwarizmi yang menemukan algoritma, Abu Wafa al Bawzajani yang
mengembangkan trigonometri, dan Khusiyar Ibn Laban yang membuat deskripsi pertama tentang perhitungan model India.
Penggunaan prinsip epitemologi ketiga, AI khususnya bagian unsupervised learning dalam posisi antara keacakan dan determinisme merupakan kondisi yang tidak dapat diketahui (unknown), proses tersebut lebih bergantung pada rekgresi logistik dan pengkategorian dari pada numerik, sehingga kondisi ketidaktahuan tersebut memiliki keunggulan ontologis. Hal tersebut pada perspektif Islam dapat dikaitkan dengan Ash'arim dan Su'fism
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi melalui Pusat Kajian Transintegrasi Ilmu, berusaha untuk menerapkan Paradigma Transintegrasi, yang mana salah satu bidang yang dibahas adalah mengenai IT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H