Sebenarnya nggak ada beda antara bulan puasa dengan bulan-bulan biasanya, hanya ritmenya yang berbeda. Kebanyakan kantor-kantor mengubah jam kerjanya, kebanyakan mempercepat jam pulang agar bisa berbuka di rumah. Efeknya jelas kemacetan jadi lebih awal, dan mencapai puncaknya pada jam menjelang berbuka. Demikian juga pagi harinya, kemacetan juga dimulai lebih pagi, karena banyak kantor yang memajukan jam kerjanya. Bagi yang biasa naik angkutan umum yang terjadwal seperti KRL, tentu saja harus menyesuaikan dengan jadwal standarnya, agar lebih pagi atau lebih awal. Tentu saja ini bisa menimbulkan kepadatan dalam rangkaian KRL. Yang naik angkutan lain seperti bis atau angkot juga harus memperhitungkan kemacetan, sehingga waktu tempuh bertambah. Bagi yang berpuasa, ada suka-dukanya. Sebenarnya dukanya itu ya di angkutan umum bisa jadi lebih lama dari biasanya, kalo angkutannya gak ada AC nya atau malah berdiri, cukup menguras tenaga. Kalo masalah gak makan minum mah biasa, di hari-hari biasa juga jarang sekali ada orang makan minum di angkutan umum (di KRL dan Busway malah ada larangannya). Dukanya lagi, kadang banyak sopir angkot yang makan-minum atau ngerokok diwaktu puasa. Enak kan. Duka yang lebih terasa adalah berbuka tanpa bersama keluarga. Seperti saat ini, dalam bis yang merayap di kepadatan lalulintas di sekitar Gedung Telkomsel T.B. Simatupang, sayup terdengar suara adzan maghrib. Dan kubuka SMS, selamat berbuka puasa dari istri dirumah. Sukanya... dalam perjalanan biasanya waktu tidak terasa. Banyak orang ngababurit di jalanan, nah para komuter ini tiap harinya juga ngababurit (karena terpaksa). Dulu ketika saya tiap hari memakai KRL, ada pengumuman waktu berbuka puasa, dan biasanya yang berpuasa segera mengeluarkan bekal masing-masing. Saat itu kebersamaan terasa lebih kental daripada hari-hari biasa. Saya sering ditawari jajanan oleh penumpang lain (tapi saya nggak pernah nawarin, maklum cuma bawa teh kotak satu). Ada momen-momen yang tak bisa dirasakan saat hari-hari biasa. Ketika saat berbuka tiba, banyak kendaraan menepi dan pengemudinya berbuka. Banyak penjual makanan di pinggir jalan. Kadang sopir bis juga menghentikan laju bisnya, menepi dan berbuka dulu. Para penumpangnya juga nggak mau ketinggalan. Bagi yang nggak bawa bekal, di bis tidak kekurangan, karena banyak asongan yang menyerbu masuk. Itulah suka dukanya berpuasa dalam angkutan umum. Sukanya diambil sebagai berkah, dukanya sebagai hikmah (wah kok jadi ceramah kayak ustadz gini?)
[Telkomsel Ramadhanku]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H