Mohon tunggu...
Andreas Hery Saputro
Andreas Hery Saputro Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Don't grow up. It's a trap!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sebuah Diskusi, Sebuah Nostalgi...

1 Februari 2011   05:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:00 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Alea iacta est… dadu sudah digulirkan!

Berawal dari status sederhana dengan bendera #whistleblower di facebook, maka saya mencoba membuka diskusi tentang isu kritis dan pemberitaan media. Dengan momentum yang tepat, (19/01/2011) sidang terhormat baru saja menjatuhkan sanksi hukuman kepada Gayus H. Tambunan. Sebuah kasus korupsi besar penuh sensasi yang menyita perhatian media di Indonesia dan disinyalir melibatkan lembaga intelegensi asing sebagai sebuah konspirasi.

Maka status pertama yang dilepas adalah tagline film Mad City (1997), “One man will make a mistake. The other will make it a spectacle.” Film ini menggambarkan besarnya peran media dalam mempengaruhi presepsi khalayak, mulai dari memutarbalikan fakta sampai menyesatkan opini publik.

Ruang diskusi #whistleblower diilhami dari maraknya twitter tetapi dengan membawanya pada media baru, facebook. Kedua media pertemanan ini memiliki kemampuan yang hampir sama, tentu saja dengan kelebihan masing-masing. Maka saya bereksperimen dengan menggabungkan status dan link sehingga dapat di-share pada wall akun facebook lain, untuk memancing comment. Zuckerberg menamai kelebihan inisebagai the new message.

Sedangkan format diskusinya sendiri sangatlah cair. Mengadopsi obrolan di angkringan yang segar sekaligus pedas, penuh dengan guyonan tetapi tetap kritis. Sehingga setiap pribadi yang terlibat diharapkan dapat bebas menyampaikan pendapat walaupun berasal dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Dalam media televisi, format ini dekat dengan program Provocative Proactive yang ditayangkan oleh Metrotv.

Kekurangan yang dimiliki ruang diskusi di facebook adalah akses yang terbatas dan konteks yang samar. Seperti google yang mengandalkan cloud server sehingga manusia berdaya hanya bila tersambung dengan internet maka kekurangan facebook juga mensyaratkan untuk harus selalu terkoneksi. Hanya beberapa orang yang bisa secara intens mengikuti diskusi ini. Apalagi materi disebarkan melalui status dari akun yang diatur privasinya hanya untuk dibaca oleh teman saja sehingga semakin mempersempit penyebaran. Salah satu solusinya adalah membawa #whistleblower menjadi sebuah open group yang dapat diakses dengan mudah oleh semua pengguna facebook.

Sedangkan kelebihan facebook adalah ruang diskusi yang terbuka tanpa beban sehingga dapat menyatukan berbagai orang dari latar belakang profesi maupun pengalaman yang berbeda. Tentu saja ini dipengaruhi juga oleh irisan pengalaman dan ikatan emosional sehingga setiap orang yang terlibat dalam diskusi memiliki persamaaan dalam memahami konteks. Dalam tahap awal, sebuah status dapat secara bebas dipresepsikan oleh orang lain. Setelah tautan dikirim maka disusul dengan pesan singkat yang berisi penjelasan konteks. Inilah sebuah kunci untuk membuka kotak Pandora.

Diskusi pertama #whistleblower menjaring pendapat yang kebanyakan dari anggota FOCUSO, kelompok studi kajian media. Kelompok studi independent yang kami dirikan pada tanggal 20 Juli 2004. Masih lekat dalam ingatan ketika kami, para mahasiswa tingkat kedua yang masih idealis mencoba melawan arus, mendirikan sebuah kelompok studi. Bukan sesuatu yang popular apalagi kegiatan mahasiswa semakin ditinggalkan karena beratnya beban kuliah dan semakin mahalnya biaya. Sehingga mahasiswa terikat untuk mengejar materi perkuliahan dan harus mengisi presensi minimal 75 persen agar bisa mengikuti ujian akhir semester (UAS). Sekarang jas almamater sudah digantikan kemeja kantoran, blazer, atau tetap berkaos oblong. Tetapi kami kembali disatukan dalam sebuah diskusi.

Dengan berkaca pada fenomena Wikileaks, buah gagasan Assange, yang dipuja sekaligus dihujat. Maka diskusi kecil ini merupakan statement kami, suara-suara akar rumput (grassroots) sebagai bentuk perlawanan kepada media mainstream sekaligus institusi pendidikan yang eksklusif. Dengan semangat hiperrealitas berupaya melipat batas-batas ruang dan waktu untuk menciptakan ruang diskusi baru dan menguatkan peran jurnalisme warga sebagai kontrol masyarakat.

Keep us strong... tegarlah sang pemimpi!

Salam tehjahe @bebekandre

Andreas Hery Saputro

Tulisan ini dilindungi oleh Undang-undang Pertukaran Informasi. Kami menganjurkan agar anda bijaksana dalam menyebarkannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun