Mohon tunggu...
Andrea Wiwandhana
Andrea Wiwandhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Digital Marketer

Menggeluti bidang digital marketing, dan saat ini aktif membangun usaha di bidang manajemen reputasi digital. Spesialis dalam SEO, dan Optimasi Google Business.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Depresi Berbohong Pada Otak Kita

9 Oktober 2024   10:42 Diperbarui: 9 Oktober 2024   10:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Depresi adalah kondisi mental yang lebih kompleks daripada yang sering kita pahami. Ia bukan sekadar perasaan sedih atau lelah, tetapi suatu penyakit yang dapat mengubah cara kita melihat diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Salah satu hal yang paling menakutkan tentang depresi adalah kemampuannya untuk "berbohong" pada otak kita. Penderita depresi seringkali merasa terjebak dalam pola pikir yang salah, yang memperburuk kondisi mereka. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana depresi bekerja di otak kita dan bagaimana ia mempengaruhi persepsi kita terhadap realitas.

Ketika seseorang mengalami depresi, banyak pikiran negatif yang muncul dalam benaknya, seperti "Saya tidak berguna", "Tidak ada yang peduli pada saya", atau "Saya tidak akan pernah bahagia lagi". Pikiran-pikiran ini terasa nyata dan mendominasi pola pikir, tetapi sebenarnya, depresi sedang menipu otak kita. Depresi sering kali mengaburkan fakta dan menciptakan realitas yang kelam---bahkan ketika bukti objektif di luar sana tidak mendukung pandangan tersebut.

Penelitian telah menunjukkan bahwa depresi bisa membuat seseorang merasa putus asa dan tanpa harapan, padahal situasi sebenarnya tidak seburuk itu. Inilah salah satu cara utama depresi "berbohong" kepada kita. Orang yang depresi sering kali gagal melihat hal-hal positif yang ada dalam hidup mereka, meskipun hal tersebut masih ada di sekeliling mereka. Misalnya, mereka mungkin berpikir bahwa tidak ada orang yang peduli, padahal keluarga dan teman-teman masih peduli terhadap mereka.

Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Banyan Mental Health, salah satu jebakan besar depresi adalah keyakinan bahwa rasa sakit emosional ini tidak akan pernah berakhir. Banyak orang merasa seolah-olah mereka akan selalu terjebak dalam kondisi ini, meskipun kenyataannya depresi bisa dikelola dan disembuhkan melalui berbagai metode, seperti terapi kognitif, dukungan sosial, atau bahkan pengobatan.

Untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana depresi "berbohong" pada otak kita, penting untuk meninjau bagaimana kondisi ini memengaruhi kimia otak. Depresi sering kali dikaitkan dengan ketidakseimbangan kimiawi di otak, terutama terkait dengan neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Neurotransmitter ini berperan penting dalam mengatur suasana hati, energi, dan perasaan kesejahteraan umum seseorang.

Namun, studi terbaru yang dirilis oleh University College London pada tahun 2022 menemukan bahwa depresi mungkin tidak sepenuhnya disebabkan oleh ketidakseimbangan kimia di otak. Sebaliknya, depresi mungkin lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya. Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti kuat bahwa depresi secara langsung disebabkan oleh rendahnya kadar serotonin atau ketidakseimbangan neurotransmitter lainnya. Hal ini memunculkan pertanyaan lebih lanjut mengenai apa sebenarnya yang menyebabkan depresi dan bagaimana kondisi ini dapat diobati.

Meski demikian, obat-obatan yang mengatur neurotransmitter seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) masih menjadi salah satu metode pengobatan paling umum untuk depresi. Mereka terbukti efektif untuk banyak pasien, meskipun efektivitasnya berbeda-beda tergantung pada individu. Penelitian lanjutan diperlukan untuk memahami lebih baik bagaimana depresi mempengaruhi otak secara menyeluruh, bukan hanya dari sudut pandang kimia.

Selain pengaruh kimia otak, depresi juga memperburuk pola pikir negatif yang berulang. Orang yang depresi sering kali masuk ke dalam siklus pemikiran yang merusak diri sendiri. Mereka cenderung melebih-lebihkan masalah kecil dan merasa bahwa solusi apa pun tidak akan berhasil. Mereka juga mungkin merasa bersalah atau malu atas sesuatu yang sebenarnya tidak berada di bawah kendali mereka. Pemikiran-pemikiran ini adalah contoh dari kebohongan yang dilakukan depresi kepada otak kita.

Dalam studi yang dipaparkan oleh Verywell Mind, dijelaskan bagaimana depresi dapat memperkuat pemikiran negatif ini. Karena depresi beroperasi melalui cara pandang yang menyempit, ia memperburuk hal-hal yang sudah dianggap buruk, dan membuat kita mengabaikan hal-hal baik yang mungkin ada dalam hidup kita. Ini adalah salah satu mekanisme di mana depresi bisa begitu kuat: ia menutup jendela-jendela yang bisa memberi kita pandangan yang lebih seimbang terhadap kenyataan.

Meskipun depresi bisa membuat orang merasa seperti dunia mereka runtuh, penting untuk diingat bahwa pikiran-pikiran ini bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Kebanyakan dari apa yang kita rasakan saat mengalami depresi adalah hasil dari kondisi medis yang bisa diatasi. Dengan mengenali bahwa pemikiran negatif ini adalah bagian dari penyakit, kita bisa mulai melawan kebohongan-kebohongan yang diciptakan oleh depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun