Mohon tunggu...
Andrea Wiwandhana
Andrea Wiwandhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Digital Marketer

Menggeluti bidang digital marketing, dan saat ini aktif membangun usaha di bidang manajemen reputasi digital. Spesialis dalam SEO, dan Optimasi Google Business.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Capaian Palsu Era Konsumerisme

24 September 2024   10:43 Diperbarui: 24 September 2024   10:56 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.detik.com/sumut/berita/d-7549134/mengenal-labubu-boneka-monster-yang-viral-karena-lisa-blackpink

Kierkegaard berbicara tentang fase hidup yang lebih tinggi, yang dia sebut sebagai tahap etis dan religius. Dalam tahap ini, seseorang tidak lagi mengejar kepuasan dari hal-hal duniawi semata, tetapi dari tanggung jawab moral dan hubungan yang mendalam dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ini bisa berupa pelayanan kepada orang lain, komitmen terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi, atau pencarian spiritual yang memberikan makna yang lebih dalam bagi hidup.

Jika kita ingin keluar dari jeratan konsumerisme yang hanya memberikan kebahagiaan sementara, kita harus mulai mencari makna yang lebih dalam dalam tindakan dan pilihan kita. Ini bukan berarti kita harus meninggalkan semua hal material, tetapi kita harus lebih sadar tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup kita. Apakah kita benar-benar perlu membeli barang-barang mahal untuk merasa bahagia? Apakah pencapaian kita diukur dari apa yang bisa kita tunjukkan di media sosial, atau dari dampak positif yang bisa kita berikan kepada orang lain?

Di tengah arus konsumerisme yang semakin deras, sangat mudah bagi kita untuk terjebak dalam capaian palsu yang hanya bersifat permukaan. Kita hidup dalam dunia di mana pencitraan dan pengakuan sosial sering kali menjadi standar keberhasilan. Namun, penting bagi kita untuk mengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan uang atau dipamerkan di media sosial.

Capaian sejati datang dari usaha nyata, bukan dari pencitraan. Apakah itu dalam bentuk kerja keras yang menghasilkan sesuatu yang berdampak positif, atau dalam bentuk komitmen terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi, kita harus mencari makna yang lebih dalam dalam hidup kita. Hanya dengan begitu kita bisa menemukan kebahagiaan yang lebih tahan lama, yang tidak tergantung pada apa yang kita miliki, tetapi pada siapa kita sebagai individu.

Dalam dunia yang semakin terobsesi dengan estetika dan citra, penting untuk tetap memegang prinsip bahwa pencapaian sejati tidak datang dari apa yang terlihat, tetapi dari apa yang kita lakukan dan bagaimana kita memengaruhi orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun