Rusia sering digambarkan sebagai negara dengan sikap macho dan agresif, terutama dalam konteks politik internasional. Tindakan-tindakannya di panggung global sering kali menonjolkan kekuatan militer dan retorika keras. Namun, di balik citra kuat ini, ada kompleks inferioritas yang mendalam. Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai karakteristik ini, serta dampaknya terhadap hubungan internasional dan citra Rusia di mata dunia.
Rusia memiliki sejarah panjang yang penuh dengan perjuangan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Dari masa kekaisaran hingga era Uni Soviet, negara ini selalu berusaha menjadi kekuatan dominan di dunia.Â
Setelah runtuhnya Uni Soviet, Rusia mengalami masa krisis identitas, di mana mereka berusaha keras untuk mengembalikan kejayaan masa lalu. Keinginan untuk diakui sebagai kekuatan besar inilah yang mendorong banyak tindakan agresif mereka di era modern.
Salah satu cara Rusia menunjukkan kekuatannya adalah melalui tindakan-tindakan militer dan kebijakan luar negeri yang agresif. Intervensi di Suriah, aneksasi Crimea, dan keterlibatan dalam konflik Ukraina adalah contoh nyata bagaimana Rusia berusaha menampilkan diri sebagai negara yang kuat dan tidak bisa diremehkan. Citra macho ini diperkuat oleh pemimpin-pemimpin seperti Vladimir Putin, yang sering kali tampil dengan gaya kepemimpinan yang tegas dan maskulin.
Namun, di balik semua itu, ada perasaan inferioritas yang mendalam. Rasa tidak aman ini berasal dari sejarah panjang ketidakstabilan politik, ekonomi, dan sosial.Â
Ketika Uni Soviet runtuh, Rusia kehilangan banyak pengaruhnya di dunia, dan upaya untuk mengembalikan status tersebut sering kali tampak sebagai kompensasi atas perasaan kurang percaya diri.Â
Kompleks inferioritas ini juga tercermin dalam cara Rusia merespons kritik internasional dan ancaman eksternal, sering kali dengan reaksi yang berlebihan dan defensif.
Sikap bully macho dengan latar belakang inferioritas ini memiliki dampak besar terhadap hubungan internasional Rusia. Banyak negara yang melihat Rusia sebagai ancaman dan bukan sebagai mitra. Hal ini menciptakan lingkungan global yang penuh ketegangan dan konflik.Â
Selain itu, kebijakan luar negeri yang agresif sering kali menyebabkan isolasi internasional, di mana Rusia lebih banyak dikucilkan daripada diterima di komunitas global.
Untuk mengatasi masalah ini, Rusia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih diplomatis dan kolaboratif di panggung internasional. Mengurangi ketergantungan pada kekuatan militer dan retorika keras dapat membantu membangun citra yang lebih positif dan mengurangi ketegangan global.Â