Mohon tunggu...
Andreas Widodo
Andreas Widodo Mohon Tunggu... Buruh - belajar menulis

belajar menulis untuk memindahkan yang ada di benak agar segera bisa diisi dengan yang lain

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Naik Kereta Api.... Tut tut tut.... Sudah Mahal

29 Juni 2014   00:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:22 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"What are you going to do in 9 hours?" Begitulah pertanyaan seorang teman ketika mengetahui rencana saya naik kereta ke Surabaya. Ini bener bener cerminan generasi internet yang semakin tidak sabar dengan lamanya waktu tunggu/proses. 9 jam di kereta bagi saya pribadi sudah peningkatan luar biasa dibanding pengalaman naik kereta sekitar 20 tahun lalu. 18-20 tahun lalu hanya satu rangkaian kereta Jakarta Surabaya yang berani menjanjikan waktu tempuh 10-11 jam.

Keinginan mencoba moda kereta ini di awali dari keterbatasan dana untuk bisa ke Surabaya sekeluarga setelah pengeluaran besar sebelumnya. Dimulai dari browsing mencari tiket online, yang ternyata tidak semudah mencari tiket pesawat. Hal umum dan mendasar yang diketahui banyak orang adalah nama kota, sementara nama nama stasiun dalam satu kota biasanya hanya diketahui penggemar kereta. Ini menjadi tantangan pertama mencari tiket online bagi non frequent traveller. Fasilitas pencarian tiket online tidak menyediakan pilihan untuk hanya memilih nama kota tanpa perlu memilih nama stasiun keberangkatan maupun kedatangan. Sementara itu, bila pencarian menggunakan nama stasiun, tidak semua kereta dari satu kota akan melewati stasiun tersebut. Sebagai ilustrasi, kereta Gaya Baru Malam (GBM) jurusan Jakarta - Surabaya, tidak akan muncul sebagai pilihan bila melakukan pencarin tiket ke Surabaya dengan pilihan stasiun Pasar Turi sebagai stasiun kedatangan. Untuk kemudahan calon pemakai jasa kereta api, PT KAI perlu membuat metode pencarian tiket online hanya berdasarkqn nama kota. Sementara stasiun keberangkatan dan kedatatangan bisa dipilih atau diinformasikan di lapisan kedua saat melakukan pemilihan jenis kereta.

Pembayaran tiket online sungguh penuh kemudahan, pilihannya beragam dari ATM, sampai kartu kredit. Sedikit masukan saja adalah response time dari sistem. Mengingat harga tiket ekaekutif yang cukup mahal bagi ukuran kantong pribadi, sedikit kawatir juga ketika tidak muncul response setelah memasukan semua detail kartu kredit. Kekhawatiran utama adalah adanya pembayaran tetapi tidak berhasil me- reserve tiket. Karena tidak mendapat response setelah menunggu lebih dari 2 menit, terpaksa call center 121 jadi tumpuan. Ternyata masalah slow response ini sudah menjadi pengetahuan umum di call center, dan hanya bisa menyarankan untuk menunggu email response karena secara sistem pembayaran tiket sudah diterima di PT KAI (menurut petugas call center).

Setelah waktu tunggu 2 jam, email response keberhasilan pembayaran diterima. Tinggal langkah berikutnya. Saya kira dengan bukti keberhasilan pembayaran itu, maka bukti bayar tersebut bisa digunakan sebagai tiket naik kereta. Ternyata bukti bayar ini harus ditukar dengan tiket di stasiun. Untungnya PT KAI disebagian stasiun besar ya sudah memberikan kemudahan lain, yaitu pencetakan tiket mandiri. Hanya dengan memasukkan kode booking ke terminal komputer yang disediakan maka semua tiket yang dibeli bisa di print sendiri. Sangat mudah seperti check in mandiri Air Asia (penerbangan). Sekedar informasi dan masukan untuk PT KAI, petunjuk ke terminal pencetakan tiket mandiri belum cukup memadai sehingga harus mencari cari dulu di stasiun Gambir. Di pintu selatan stasiun Gambir terminal pencetakan tiket mandiri ada di lokasi tengah  yang cukup dekat ke pintu pemerikaaan penumpang.

Dengan harga tiket sekitar 370 ribu rupiah, fasilitas kereta Argo Bromo Anggrek sebenarnya terasa mahal. AC yang masih terasa hangat saat siang hari, walaupun cukup dingin dimalam hari. Kebersihan toilet yang masih sekedarnya (tidak menyebarkan bau ke kabin asal ditutup pintunya). Layar video yang hanya ada dua diukung kereta dan audio yang timbul tenggelam. Fasilitas outlet power yang hanya satu untuk dua tempat duduk. Rasanya ini masih banyak kesempatan untuk perbaikan fasilitas dan pelayanan. Rasanya tenaga teknik dan secara teknik, perbaikan dan peningkatan fasilitas tersebut bukan hal yang menjadi masalah besar. Tinggal kemauan dan kemampuan secara ekonomis. Namun ini juga bisa dicarikan jalan dengan menarik investor mikro bergabung. Taruhlah disediakan paket investasi sangat kecil seharga satu buah kursi di kelas esekutif dengan fasilitas lengkap seperti video on demand per seat, power outlet per seat, meal table per seat dan lain lain; rasanya akan banyak orang yang masuk untuk bisa membeli paket investasi tersebut. Ini mikro investment dengan kepastian kembali yang sangat tinggi. Rasanya penumpang akan terus meningkat dari tahun ketahun.

Begitulah cerita singkat naik kereta jarak jauh ke Surabaya. Semoga Pak Jonan mau dan berhasil meningkatkan dunia kereta api Indonesia, saat semua ingin secepat kilat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun