Richard Milhous Nixon (Gambar: http://www.whitehouse.gov)
Richard M. Nixon, adalah president Amerika yang ke-37. Ia menjabat 20 Januari 1969 – 9 Augustus 1974. Ia memenangkan dua kali kontestasi presidensial, tahun November 1968 dan November 1972 bersama dengan wakilnya Spiro Theodore Agnew (20 Januari 1969 – 10 October 1973).
Richard Nixon adalah presiden terunik di Amerika. Unik karena beberapa hal. Pertama, Nixon sudah menjadi wakil presiden sebelum jadi presiden, tetapi di masa yang berbeda. Artinya, dia tidak menjadi presiden menggantikan presiden pasangannya. Nixon menjadi wakil presiden Amerika dari tahun 1953 hingga 1961, selama dua periode. Saat itu dia menjadi wakil presiden bagi Presiden Dwight D. Eisenhower (1953 - 1961). Nixon maju untuk merebut kursi kepresidenan ke-34 pada tahun 1960, namun gagal. Keunikan kedua, Nixon kembali maju untuk kontestasi presidensial pada tahun 1968 bersama pasangan wapresnya Spiro Agnew, dan menang. Mereka dilantik tanggal 20 Januari 1969 untuk periode pertama, dan 20 Januari 1973 untuk periode kedua. Tahun 1973, tepatnya 10 Oktober 1973, Agnew terpaksa mengundurkan diri karena kasus korupsi. Musim panas 1973, Agnew diinvestigasi oleh Kejaksaan Agung Amerika distrik Maryland atas tuduhan pemerasan, penggelapan pajak, suap, dan konspirasi. Di bulan Oktober tahun yang sama, dia dituntut atas tuduhan telah menerima suap lebih dari $100.000 selama dia menjabat sebagai gubernur Maryland dan wakil presiden, tetapi hanya terbukti bersalah atas kegagalannya membuktikan sumber kekayaannya sebesar $29.500. Akhirnya, pada tanggal 10 Oktober 1973, kurang dari setahun masa pengabdiannya sebagai wapres di periode keduanya, dia akhirnya mengundurkan diri (wikipedia.org). Itu berarti, Agnew hanya menjabat selama kurang dari sembilan bulan di periode keduanya sebagai wapres mendampingi Richard Nixon, yaitu 20 Januari 1973 - 10 Oktober 1973.
Spiro Agnew (http://en.wikipedia.org)
Atas mundurnya Agnew, Gerald Rudolf Ford diangkat menjadi wapres yang baru bagi Richard Nixon, sesuai dengan amendemen ke 25 konstitusi Amerika, sehingga Ford menjadi wakil presiden ke 40, sementara Nixon adalah presiden Amerika ke 37.
Gerald Rudolph Ford, Jr. (http://www.whitehouse.gov)
Nasib Gerald Ford sepertinya telah menjadi yang paling baik dalam sejarah kepresidenan Amerika. Guratan tangannya sepertinya telah mengatakan bahwa dia akan menjadi presiden. Karpet merah sepertinya telah disiapkan dua pendahulunya, Spiro Agnew dan Richard Nixon. Hanya setelah beberapa bulan menjabat, Richard Nixon mengundurkan diri pada 9 Agustus 1974 juga karena kasus korupsi, yang dikenal dengan skandal watergate. Itu berarti, hanya 10 bulan setelah wakilnya yang terdahulu (Spiro Agnew) mengundurkan diri, atau hanya setelah 10 bulan bekerja bersama dengan Wakil Presiden Gerald Ford. Tepat tengah hari pada 9 Agustus tersebut, Gerald Ford resmi menjadi Presiden Amerika ke 38. Keunikan Richard Nixon ketiga adalah tentang pengunduran dirinya. Richard Nixon memberikan pidato pengunduran diri pada 8 Agustus 1974 malam dan memerintahkan Menlu Henry Kissinger untuk mempersiapkan pelantikan presiden baru. Nixon mengatakan bahwa pengunduran dirinya efektif tengah hari keesokan harinya, bukan efektif segera setelah pidato pengunduran diri tersebut dibacakan, sebagaimana pernah dilakukan oleh mantan Presiden Suharto tahun 1998 lalu. Saat terbang, Nixon masih resmi menggunakan kode Air Force One untuk pesawat yang ditumpanginya menuju San Clemente, California, karena pada saat naik ke pesawat, Nixon masih resmi sebagai presiden. Tetapi tepat tengah hari, kode penerbangan tersebut diganti menjadi kode penerbangan sipil biasa, sesuai dengan efektifnya waktu pengunduran diri Nixon dari kursi presiden.
Atas penguduran diri Richard Nixon, Gerald Ford diambil sumpahnya sebagai presiden Amerka ke-38, sedikit lewat tengah hari, jam 12.05 waktu Washington. Itu berarti, kursi wakil presiden kembali kosong setelah setahun sebelumnya kosong karena wapres sebelumnya, Spiro Agnew, mengundurkan diri. Orang yang kembali ditunjuk untuk mengisi jabatan wapres adalah Nelson Rockefeller. Membaca kisah di atas, kita bisa membayangkan bagaimana hebohnya keadaan politik Amerika pada saat itu. Kita bisa bayangkan bagaimana tidak efektifnya pemerintahan Amerika. Dalam periode 20 Januari 1973 - 20 Januari 1977, ada dua presiden dan dua wakil presiden sekaligus. Suatu keunikan baru dalam sejarah Amerika. Dan yang paling beruntung dalam kehebohan dan carut marut ini tentu saja Gerald Ford, yang mana menjadi satu-satunya presiden Amerika yang yang tidak pernah ikut konstestasi Presiden/Wapres, berbeda misalnya dengan Lyndon B. Johnson yang menggantikan John Kennedy yang wafat karena terbunuh. Bagaimana dengan di Indonesia? Saya membayangkan, ketika akhir 2009 terjadi kehebohan perihal bailout Century. Seandainya saat itu Budiono mengundurkan diri, maka wakil presiden baru akan dipilih. Bisa jadi, target berikut adalah menggoyang Presiden SBY karena diduga SBY jelas mengetahui pengucuran bailout tersebut. Jika ini yang terjadi, maka kisahnya bisa jadi seperti kisah Agnew-Ford-Nixon-Rockefeller di atas. Tetapi, Indonesia adalah Indonesia, bukan Amerika. Di Indonesia, yang sudah dituduh korupsi miliyaran atau bahkan triliunan pun, tidak mengundurkan diri. Ini berbeda dengan di Amerika, yang mana Wapres Agnew hanya didapati tidak mampu menjelaskan sumber keuangan sebesar S29,500 atau "hanya" sekitar 290 juta rupiah, suatu angka yang jauh lebih rendah daripada yang dituduhkan kepada Anas Urbaningrum, mantan ketua umum Partai Demokrat yang mengundurkan diri hari Sabtu lalu. Dari kisah di atas, kita bisa menarik pesan moral, yang pertama bahwa ternyata Amerika lebih bermoral secara politik. Presiden dan wakil presiden bisa mundur tanpa harus terjadi kekacauan seperti yang pernah terjadi di Indonesia. Yang kedua, kekuasaan hukum telah bekerja di atas segala-galanya. Investigasi Kejaksaan Agung distrik Maryland telah berhasil membuktikan bahwa Wapres Spiro Agnew terbukti bersalah, dan akhirnya mengundurkan diri. Ketiga, pengakuan dari Nixon bahwa legitimasinya sudah tidak ada lagi di kongres, maka dia memutuskan mengundurkan diri. Hal-hal di atas barangkali perlu menjadi pelajaran bagi pejabat kita. Kita perlu mendorong pejabat dan anggota DPR kita untuk melakukan studi banding bagaimana cara yang benar untuk mengundurkan diri jika telah kehilangan legitimasi politik dari masyarakat, tidak perlu harus sudah terbukti. Study banding tersebut saya jamin pasti akan sangat bermanfaat bagi bangsa ini.