Ada yang aneh dengan pengajuan Menkeu Agus Martowardoyo untuk menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, tahun 2008 lalu, Agus Martowardoyo (bersama Raden Pardede) juga pernah diajukan untuk menjadi Gubernur BI menggantikan Burhanuddin Abdullah. Tetapi, pengajuan itu ditolak oleh DPR. Saat itu, Agus adalah Direktur Utama Bank Mandiri. Penolakan tersebut memaksa Presiden SBY harus mengajukan calon lain, yaitu Menko Perekonomian Boediono. Saat itu, penolakan DPR terhadap Agus Martowardoyo adalah karena DPR menilai bahwa Agus tidak punya kapabilitas dalam mengelola moneter, karena profesi Agus sebelumnya hanya berkiprah di perbankan (banking). Banking dengan moneter tentu saja berbeda, walau sama-sama terkait uang.
Agus Martowardoyo (Sumber foto: http://bisniskeuangan.kompas.com)
Tahun ini, setelah 5 tahun berlalu, setelah dua gubernur berlalu, kembali SBY hendak mengajukan Agus Martowardoyo untuk menduduki posisi tersebut. Posisi Agus sebagai Menkeu, seharusnya tidak diutak-atik SBY, mengingat posisi menteri keuangan adalah posisi critical dalam suatu pemerintahan. Di beberapa negara, posisi menkeu bisa dianggap merupakan posisi menteri terpenting dalam suatu pemerintahan, sebagaimana dulu hal itu dilakukan oleh Pak Harto, hingga jabatan Menkeu dijabat orang yang sama untuk beberapa periode. Apalagi, Menkeu Agus pernah dinobatkan sebagai Menkeu terbaik se-Asia versi majalah Banker, tepat setahun yang lalu, atas keberhasilannya dalam hal menyokong pertumbuhan ekonomi mencapai 6,46 persen, membawa perubahan pada pelaksanaan anggaran dan perencanaan keuangan, meningkatkan iklim investasi di Indonesia, serta mengatur anggaran tahun 2011 secara hati-hati. Apakah pengusulan Menkeu Agus sebagai calon orang nomor satu di Bank Indonesia adalah pilihan yang tepat? Apakah posisi kementerian keuangan yang menangani dan mengendalikan anggaran adalah kalah penting dibanding posisi gubernur Bank Indonesia yang mengendalikan moneter? Tentu hanya SBY dan orang dekatnya yang tahu hal itu. Tahun 2008, ketika Boediono dicalonkan menjadi gubernur BI, DPR menerimanya secara aklamasi. Kemudian, sekitar setahun kemudian, Boediono resign dari jabatannya karena beliau digandeng oleh SBY untuk menjadi wakilnya dalam kontestasi RI1/RI2. Ada hal yang aneh dalam masa tugas Boediono yang meninggalkan jabatannya. Boediono di kemudian hari dikenal punya peran besar dalam pencairan dana talangan (bailout) Century, sementara Menkeu Agus Martowardoyo saat ini sedang disorot atas peran dan tanggung jawabnya dalam pencairan dana Hambalang, yang mana oleh BKP dalam laporan auditnya menyatakan bahwa Menkeu Agus Martowardoyo melakukan kesalahan karena mengucurkan dana triliunan tanpa tanda tangan pengguna anggaran, sebagaimana dipersyaratkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam kondisi seperti ini, semestinya SBY tidak mencobot Agus dari jabatannya sekarang. Biarkan dia tetap ada di sana, hingga KPK selesai menyelidiki peran sertanya dalam pencairan dan penggunaan dana Hambalang. Atau, seandainya nanti Agus menduduki Gubernur BI tetapi kemudian dia dinyatakan tersangka oleh KPK, maka usaha SBY dalam menegakkan moneter akan sia-sia saja, sebagaimana dulu dengan Boediono yang harus meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H