I Gede Pasek Suardika (Foto: http://news.liputan6.com)
Sebagaimana banyak diberitakan, I Gede Pasek Suardika, Anggota DPR dari Partai Demokrat, menolak mencalonkan diri untuk jadi caleg Partai Demokrat. Saya katakan menolak, karena kepada Pasek diberikan formulir pendaftaran caleg, tetapi tidak mengembalikannya. Dari beberapa media yang saya baca, alasannya adalah karena Pasek ingin mengurus ibundanya yang sedang sakit dan ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPD melalui jalur independen. Diberitakan, Pasek adalah salah satu dari 12 anggota PD yang tidak mengembalikan formulir pendaftaran caleg tersebut, dan salah satu yang lain adalah Angelina Sondakh.
"Saya tidak sempat urus surat-surat syarat yang sangat banyak di internal PD melebihi syarat di UU Pemilu. Politik nomor dua, mengabdi pada Ibu dulu. Biarlah kader lain yang nanti bisa melanjutkan di DPR. Banyak kok kader lain yang bagus-bagus," kata Pasek, seperti dimuat di Kompas.com. Masih menurut sumber berita yang sama, menurut Wakil Sekretaris Jenderal DPP Demokrat Saan Mustopa, alasan Pasek tak lagi "nyaleg" karena ingin fokus membangun Bali, bukan karena faktor Anas Urbaningrum.
Sebagaimana kita ketahui, tanggal 30 Maret yang lalu, Partai Demokrat mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Bali, yang berhasil memilih ketua umum baru, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama kongres berlangsung, banyak diberitakan bahwa Pasek tidak ikut masuk ke area kongres dan lebih memilih jalan-jalan ke pasar-pasar di Bali dan membeli patung wayang tokoh Sengkuni. Sikap Pasek ini tentu sedikit menimbulkan pertanyaan, ada apa. Sementara sifat yang berbeda ditunjukkan oleh kader Partai Demokrat yang lain, Tri Dianto - mantan Ketua DPC Cilacap, yang berusaha masuk ke area kongres namun diusir oleh petugas keamanan.
Pertemanan Anas Urbaningrum diketahui sudah terjalin lama, ketika mereka masih sama-sama ketua himpunan mahasiswa. Anas Urbaningrum sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sementara Pasek sebagai Ketua Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI). Pertemanan mereka di himpunan kemahasiswaan berlanjut ke jenjang politik hingga sama-sama menjadi kader Partai Demokrat. Di masa kepemimpinan Anas di Demokrat, Pasek sempat menjabat sebagai Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga, menggantikan Andi Mallarangeng.
Menjelang KLB Demokrat berlangsung, beberapa kali Pasek memberikan komentar yang bernada mengejek PD dan SBY. Sebagaimana sudah banyak diperkirakan para pengamat, KLB di Bali hanyalah justifikasi untuk memilih dan mengembalikan PD ke tangan SBY. Saat itu, Pasek mengusulkan agar Majelis Tinggi Partai Demokrat ditiadakan. Menurut Pasek, jabatan tertinggi di partai politik adalah ketua umum sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. "Buat apa jabatan tinggi tetapi begitu keluar jadi impoten?" kata Pasek, di kompleks parlemen, Senayan, Rabu, 20 Maret 2013. Pasek mengatakan bahwa sebaiknya Demokrat kembali pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebelum 2005. Menurut dia, dalam AD/ART tersebut tidak dikenal adanya lembaga majelis tinggi. Selain itu, pengurus juga lebih ramping. "Agar mudah dikendalikan," kata Pasek (Tempo.com).
Kejengkelan dan kegerahan Pasek terhadap sikap otoriter SBY dan sifat para petinggi PD yang terlalu mengagungkan SBY, sepertinya tidak terbendung lagi. Barangkali Pasek menilai bahwa Demokrat bukan lagi partai yang demokratis, telah terjadi abuse of power oleh petinggi Demokrat dan SBY kepada kader. Puncak kekesalan itu, ditunjukkan Pasek secara halus dengan tidak hadir di area kongres, tetapi ikut hadir di Bali, dan lebih memilih jalan-jalan ke pasar tradisional dari pada ke inti acara, yang merupakan tujuan awal dan alasan kehadirannay di Bali. Kekesalah tersebut, kemudian termanifestasi dengan tidak bersedianya Pasek menjadi calon legislatif PD dan memilih mencalonkan diri jadi Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari jalur independen. Sekali lagi, melalui jalur indenpenden, tidak menggunakan kendaraan politk Partai Demokrat.
Dari dua alasan yang dijelaskan di atas, terjadi ketidaksinkronan. Pasek mau mengurus ibundanya, atau maju menjadi Anggota DPD lewat jalur independen. Jikalah mau mengurus ibunda, maka tidak seharusnya mencalonkan diri menjadi anggota DPD karena tetap menghabiskan dan menyita waktunya. Selain itu, kalaulah mau mengurus dan memberi perhatian dan cinta kasihnya kepada ibundanya, membawa Sang Bunda ke Jakarta tentu saja bukan hal yang tidak mungkin, apalagi keliru. Jadi, agak janggal kedengarannya alasannya.
Namun, sesungguhnya sudahlah jelas apa yang menjadi protes Pasek. Pasek yang dikenal pandai dalam berbicara, sering diundang untuk menjadi narasumber di televisi, menjadi nara sumber berita media cetak, dan juga sering hadir dan dimintai komentarnya di ILC, sudah menggambarkan bahwa Pasek adalah seorang yang punya kualitas dan layak diperhitungkan. Oleh karena itu, mencalonkan diri kembali menjadi anggota DPR tentu tidak akan sulit baginya.
Kemunduran Pasek tentu akan merugikan SBY dan Demokrat. Pasek masih jauh lebih baik daripada Ruhut Sitompul yang terlihat begitu "menjilat" SBY sampai batas yang tidak wajar, dengan menyanjung sedemikian tingginya seolah SBY tidak pernah salah. Di tengah hiruk pikuk politk Demokrat dan merosotnya elektabilitas partai, maka SBY akan kehilangan power dan kharisma untuk merangkul dan menenteramkan hati para kader yang kecewa kepadanya. I Gede Pasek Suardika keluar sebagai protes atas sifat otoriter yang telah dipertontonkan SBY kepada kadernya, menjadikan PD hanya fans club milik keluarga Cikeas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI