Mohon tunggu...
Andreas S
Andreas S Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Law enforcement for all.... 2014 is a milestone for law enforcement for Indonesia with new leader to lead.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Grasi, Antara Kebodohan Pemerintah dan Tuntutan Napi yang Kebablasan

16 Juli 2013   16:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:28 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gratis, kata yang sudah sangat populer di telinga dan kehidupan kita. Di pusat-pusat perbelanjaan, khususnya saat season seperti sekarang ini, kita akan makin sering melihat kata itu tertulis besar-besar. "Beli satu gratis satu!", "Gratis sebuah gelas cantik untuk setiap pembelian satu set perengkapan dapur!", "Untuk pembelian satu unit komputer, gratis satu mouse dan mouse pad!", kira-kira begitulah yang sering kita lihat iklan yang ditawarkan kepada pengunjung. Penampilannya sangat mencolok mata. Barang yang didapat dengan gratis, tidak memiliki garansi alias pembeli tidak memiliki hak menuntut ganti rugi kalau barang tersebut rusak. Lalu, apa sebenarnya arti gratis? Apakah arti kata Gratis? Gratis, berasal dari bahasa Latin, gratia, yang artinya adalah pemberian, given of a favor, diberikan atas kemurahan hati. Dalam bahasa Inggris, kata ini diterjemahkan menjadi grace. Karena diberikan, maka kemurahan hati di sini adalah kemurahan hati pihak pemberi. Pemberi gratia punya hak memutuskan untuk memberi atau untuk tidak memberi, tergantung pada kemauan hatinya. Karena terkait kemurahan hati, maka pemberiannya pun sangat terkait kepada kondisi dan situasi atau mood hati Pemberi Grasi. Di dalam Kristen (Protestan), dikenal istilah Sola Gratia terkait pengampunan dosa, yang artinya bahwa pengampunan dosa semata-mata karena kemurahan hati-Nya (Tuhan), bukan karena perbuatan baik manusia. Artinya, manusia diampuni karena kemurahan hati Tuhan, bukan karena perbuatan baik manusia yang diampuninya. Manusia sebagai ciptaan Tuhan hanya bisa memohon pengampunan dosanya dan tidak punya hak menuntut supaya dosanya supaya diampuni oleh Tuhan. Manusia tidak punya hak menuntut supaya diampuni dosanya karena sudah berbuat ini dan itu, perbuatan baik ini dan perbuatan baik itu, tetapi semata-mata tergantung kepada Sang Pemberi Ampun, yaitu Tuhan. Tuhanlah yang menentukan siapa yang akan diampuni dan siapa yang tidak akan diampuni. Tentang pertimbangan akan diampuni atau tidak, bisa jadi perbuatan baik tersebut menjadi faktor pertimbangan lain. Hal yang logis tentunya. Sola Gratia, dalam bahasa Inggris menjadi Solely by Grace, by Grace Alone: semata-mata oleh karena kasih/kemurahan hati.

Sola Gratia: (foto: blogspot.com)

Beberapa hari ini kita dihebohkan oleh kerusuhan yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, yang mengakibatkan larinya beberapa napi. Diberitakan, kerusuhan tersebut terjadi karena terkait oleh PP no. 99 Tahun 2012, yaitu terkait dengan tidak akan diberitakannya grasi kepada beberapa narapidana tindak pidana berat (extra-ordinary crime) yaitu napi teroris, napi koruptor, dan napi pengedar narkoba. Grasi di sini adalah pengampunan "dosa" pelaku kesalahan oleh Pemberi Ampunan, yang dalam hal ini oleh Presiden. Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) menyebutkan dengan tegas bahwa "Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA". Dari ayat tersebut, dengan jelas dikatakan bahwa yang memberi grasi adalah Presiden, sementara MA sebagai pemilik otoritas yuridis memberi pertimbangan kepada Presiden apakah suatu grasi pantas atau layak diberikan kepada Presiden. Jika pertimbangan MA mengatakan jangan, maka sebaiknya Presiden tidak memberikan grasi kepada seseorang (napi), demi kepantasan dan keadilan. Namun, seandainya pun MA memberi pertimbangan bahwa grasi sangat pentas diberikan kepada seseorang (napi), tidak serta merta bahwa grasi tersebut wajib diberikan. Sekali lagi, grasi itu diberikan semata-mata diberikan atas kemurahan hati Presiden, sesuai dengan UU 1945 (Amandemen maupun versi asli). Lalu, mengapa PP No. 99 Tahun 2012 itu menjadi kontroversi dan menyulut kerusuhan? Di sinilah letak masalahnya. PP itu tidak seharusnya ada, karena kalapas hanya akan mengusulkan nama kepada Menteri Kepada Menkumham untuk dimintakan pertimbangan MA. Menkumham sebagai pembantu presiden meneruskan permohonan kemurahan hati (grasi) Presiden tersebut kepada Presiden untuk diberikan/diampuni atau tidak/tidak diampuni. Jika Presiden konsisten dengan pemberantasan korupsi, terorisme, dan perdagangan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), maka Menkumham hanya perlu mensortir apakah seseorang yang mengajukan grasi tersebut terkait tiga kategori kriminal di atas. Jika ya, maka permohonan grasi tersebut tidak perlu diteruskan kepada Presiden. Atau, supaya Menkumham tidak dianggap melampau tugas dan wewenangnya sebagai pembantu Presiden, maka kepada Presiden perlu diingatkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memberantas korupsi, terorisme, dan narkotika, maka Presiden tidak perlu memberi grasi tersebut. Presiden tidak perlu mengampuni orang yang dianggapnya melakukan kejahatan besar. Toh grasi itu adalah atas kemurahan hati Presiden, bukan keharusan. Jika Presiden mengatakan tidak, maka tidak akan ada grasi. Sementara dari sisi napi, ini jelas penuntutan hak yang kebablasan namun bisa dimaklumi, karena bagaimana pun mereka ingin bebas secepat mungkin. Hal yang sangat logis dan dan dapat diterima akal. Lantas, siapakah yang salah? Jelas yang salah adalah kedua belah pihak. Pihak pemerintah salah karena membuat PP no. 99 Tahun 2012 tersebut, yang seharusnya tidak perlu. Pihak napi salah karena menuntut hak yang tidak mereka miliki. Siapakah yang bodoh di sini? Jelas pemerintah. Pemerintah telah tunduk kepada kejahatan, Pemerintah telah bertekuk lutut kepada para kriminal.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun