Dalam kondisi tertekan oleh defisit transaksi berjalan (currenct account deficit), solusinya ada dua. Intensifikasi dan ekstensifikasi.
Di sisi intensifikasi, kita harus menggenjot ekspor sebanyak-banyaknya. Di sisi ekstensifikasi kita memperluas dan menambah tujuan-tujuan baru untuk ekspor kita.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sejauh ini pasar ekspor yang terbesar untuk produk Indonesia adalah Cina, Jepang, Amerika Serikat (AS), India, dan juga Singapura. Kondisi ini menyiratkan, masih ada negara-negara lain yang berpeluang menjadi target baru pengembangan ekspor Indonesia.
Upaya membuka atau mengintensifkan ekspor bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diplomasi, yakni pertemuan bilateral dengan otoritas kamar dagang. Promosi, yaitu membawa duta-duta produk Indonesia. Atau eksebisi, menggelar pameran dagang dan mengundang semua orang untuk melihat dan merasakan etalase dagang Indonesia.
Resep yang terakhir itu sepertinya sedang dijalankan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan. Dalam empat hari ke depan, Kementerian Perdagangan menggelar pameran dagang atau Trade Expo Indonesia ke 33 di Tangerang, Banten.
Acara yang katanya diikuti 1000 eksibitor dalam dan luar negeri, ditargetkan bisa menyedot 28 ribu pengunjung lokal dan mancanegara selama empat hari penyelanggaraannya nanti.
Pameran Dagang Indonesia ini memang sudah rutin digelar. Dari sekian banyak produk Indonesia yang dipamerkan, kerajinan, makanan, dan minuman adalah produk unggulan yang diharapkan bisa berkontribusi bagi ekspor Indonesia nanti.
Seperti diketahui, neraca dagang Indonesia mengalami tekor karena impor migas kita yang nilainya cukup besar. Oleh karena itu, masuk akal rupanya bila Indonesia mengoptimalkan ekspor non migas. Berbagai komoditas non hasil ekstraksi dari perut bumi, kerajinan, makanan serta minuman diharapkan bisa mendorong agar neraca dagang kita positif. Atau setidaknya, tidak terlalu negatif.
Rupiah yang sedang melemah terhadap dollar AS ini juga bisa menjadi berkat terselubung bagi ekspor kita. Barang-barang buatan Indonesia akan lebih kompetitif di pasar internasional, karena harganya turun seiring dengan melemahnya Rupiah. Walau untuk faktor yang satu ini, diharapkan tidak terjadi berlarut-larut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H