Mohon tunggu...
Andreas Palupessy
Andreas Palupessy Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Basmi Tikus di Gudang Bulog

18 September 2018   17:00 Diperbarui: 18 September 2018   17:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalankan perusahaan sebesar dan sevital Badan Urusan Logistik memang butuh komitmen dan konsistensi. Sebelumnya, dalam berbagai pemberitaan, Dirut Bulog  Budi Waseso kerap mengungkapkan tidak perlu mengimpor beras karena stok saat ini masih lebih dari cukup untuk konsumsi dalam negeri.

Tapi di sisi lain, Bulog sendiri sudah dua kali meminta perpanjangan ijin impor beras. 13 Juli 2018 dan 23 Agustus 2018. Awalnya Bulog diberi izin dari 1 Mei 2018 hingga 31 Agustus 2018. Kini, setelah diperpanjang Kementerian Perdagangan, Bulog bisa mengimpor hingga 31 Oktober 2018.

Surat terakhir, tertanggal 23 Agustus 2018 merupakan permohonan perpanjangan persetujuan Impor  sebesar 1 juta ton sampai 31 Oktober 2018

Impor beras adalah kebijakan yang harus dilakukan pemerintah. Seperti pernah dijelaskan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, impor ini untuk menekan harga beras yang terus meningkat. Selain itu juga untuk menambal serapan gabah dalam negeri yang kurang maksimal. Bahkan dihadapan DPR RI, Darmin menyatakan jika tidak impor beras, maka stok dalam negeri akan kurang.  

Pihak DPR sebagai mitra pengawas pemerintah juga bisa memahami kebijakan impor beras ini. Pemerintah perlu mengambil langkah antisipatif guna menciptakan kondisi ketahanan pangan nasional. Keputusan pengadaan beras dari luar negeri, juga tidak boleh diambil oleh salah satu pihak saja. Tapi oleh semua pemangku kepentingan. Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dan Badan Urusan Logistik.

Konsistensi Bulog sebagai ujung tombak pengadaan beras juga harus terjaga. Jangan sampai kejadian, pucuk pimpinannya mengklaim tidak mau impor beras. Namun bawahannya, memohon perpanjangan ijin impor.

Posisi atasan-bawahan yang saling berseberangan ini, mengisyaratkan adanya disharmoni dalam menjalankan perusahaan. Atau jangan-jangan, memang ada permainan yang sedang berlangsung di bawah hidung Dirut Bulog, tanpa ia ketahui.

Tikus atau hama di lumbung kecil milik petani perorangan saja tidak bisa ditoleransi. Apalagi sampai ada tikus di gudang Bulog yang jelas-jelas menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia.

Bila dulu Budi Waseso dikenal sebagai sosok polisi yang gagah berani, kini keberanian itu dituntut tetap ada untuk memberantas tikus di gudang-gudang Bulog.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun