Mohon tunggu...
Andreas Lalenoh
Andreas Lalenoh Mohon Tunggu... -

Seorang yang biasa-biasa saja yang mempunyai minat sebagai wisatawan, penulis amatir untuk jurnal perjalanannya dengan fokus di sejarahnya, kehidupan masyarakat setempat, dan tentu saja dengan sentuhan makanan dan minuman di setiap tempat yang dikunjunginya. Dia tinggal di Sapa, Propinsi Lao Cai, Vietnam dan bekerja sebagai salah satu executive di sebuah Hotel di Sapa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Water Puppetry, Saigon

21 April 2010   08:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada beberapa catatan kecil yang tercecer dari kunjungan saya ke Ho Chi Minh City (Saigon) pertengahan November kemarin. Salah satu diantaranya adalah Water Puppet Show atau pertunjukan “wayang air” khas Vietnam.
Water Puppetry yang saya lihat ini ada di HCMC. Di Hanoi pun ada. Letaknya di dekat danau Hoan Kiem. Nama teaternya Thang Long teater.

Water Puppetry (mua roi nuoc = boneka yang menari diatas air) ini berbeda dengan konsep pertunjukan boneka yang pernah saya tahu. Termasuk wayang.
Setting panggung pertunjukan “wayang”, yang dimainkan diatas kolam setinggi pinggang orang dewasa ini, meletakan area pertunjukan dibagian tengah dan diapit oleh pemain musik dan penyanyi pengiring di kiri dan di kanan arena. Mirip dengan Chinese Opera dan Lenong, dimana pemain musik merangkap pengisi suara (dubber) dan komentator dalam setiap babak. Sebenarnya, boneka air ini adalah permainan orang-orang Vietnam ketika masa tanam padi dimulai, dimana sawah-sawah mulai terendam air. Ini adalah salah satu cara untuk menghibur dan menghabiskan waktu mereka.

Panggung pertunjukkan seluas kira-kira 15 x 6 meter, dan arena kolam sebesar 7 x 6 meter ini bisa ditonton di dalam teater berukuran cukup besar untuk menampung kira-kira 200an orang.
Bertempat di samping gelanggang olah raga (Labour Cultural House, 55B Nguyen Thi Minh Khai – Ho Chi Minh City) yang mirip GOR Sumantri Brojonegoro ini, menyelenggarakan 2x pertunjukkan. Pada jam 1830 dan 2000 dengan tiket seharga VND40,000.
Saya ketika itu datang jam 1500 siang dan langsung membayar tiket untuk pertunjukkan yang jam 2000, karena yang 1830 sudah habis terpesan. Seperti memesan tempat duduk di bioskop, saya pun memesan kursi baris kedua dari depan tepat ditengah panggung.

Pintu teater dibuka tepat pukul 1945. Dua orang guide sudah siap dengan baju khas Vietnam menyambut saya dan menunjukkan dimana saya bisa duduk. Tepat pukul 1955, alarm berbunyi. Saya sempat panik, jangan-jangan ada kebakaran. Tidak lama kemudian, alarm kembali berbunyi, dan pintu langsung ditutup. Ternyata, alarm itu adalah penunjuk waktu bahwa oertunjukkan siap dimulai. Lampu dimatikan dan layar pun terbuka.

Setelah sedikit perkenalan, pertunjukan dimulai.

Pertunjukan dibagi menjadi kira-kira 15 babak. Setiap babaknya itu menceritakan kehidupan sehari-hari bangsa Vietnam yang, sama seperti Indonesia, hidup dari bertani, beternak, dan penuh dengan unsur mitologi-nya.
Semua dialog dan nyanyian dipersembahakan dalam bahasa Vietnam, tapi kita bisa mengira-ngira apa yang akan disajikan.
Saya kagum dengan pertunjukan ini, karena teknik permainan yang sungguh lain dan sampai sekarang pun saya belum bisa menganalisa seperti apa pertunjukan boneka ini dimainkan. Boneka bisa bergerak dengan bebas dari ujung kolam ke ujung lainnya. Ada efek asap (pastinya dibuat dari dry ice atau bibit es). Ada adegan dimana musang yang bisa memanjat pohon. Ada adegan ikan yang bisa menari-nari dengan cantiknya di atas kolam air.
Walaupun sama sekali tidak mengerti apa-apa, tapi rasa takjub saya menutupi kekurangan bahasa ini.
Boneka terbuat dari kayu setinggi kira-kira 50cm dan dikendalikan oleh kawat-kawat/besi yang semuanya terendam air sehingga kita tidak bisa melihatnya. Mekasnisme panggung yang begitu cantik sehingga bisa membuat ombak di kolam itu. Ada pula pertunjukkan dimana si ikan menyemprotkan air ke para pemain musik. Naga yang mengeluarkan api dan asap. Boneka yang bisa salto.
Sama seperti dalang wayang golek Sunda “selengek’an” Kang Asep Sunandar Sunarya yang mempunya teknik-teknik sendiri untuk memberikan daya tarik.

Pertunjukan tepat selesai selama satu jam tanpa ada istirahat.
Ketika penonton keluar teater, souvenir shop pun langsung dibuka. Siapa tahu ada yang mau membeli replika boneka-boneka untuk dibawa pulang.

O ya. Ada yang terlupa. Pada bagian akhir, curtain call, semua pemain muncul di panggung dan memberi hormat. Tidak ada yang berbasah kuyup tampil di panggung. Berarti tidak ada artis yang menyelam di kolam ketika memainkan bonek-boneka itu.

Jadi bagaimana ya cara mereka memainkannya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun