Setiap kali saya melakukan perjalanan dari Sapa ke Lao Cai, pasti grafiti ini selalu terlewati dan selalu menyentuh hati saya.
Be a traveler, not a tourist.
Saya coba pikirkan makna dari “slogan” ini.
Tourists are people who “travel to and stay in places outside their usual environment for more than twenty-four (24) hours and not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited.” — World Tourism Organization (WTO)
Traveler adalah orang yang melakukan penjelajahan.
Travel is the movement of people between relatively distant geographical locations for any purpose and any duration, with or without any means of transport. Travel also includes relatively short stays between successive movements. Movements between locations requiring only a few minutes are not considered as travel. As an activity, “travel” also covers all the activities performed during a travel (movement). — Wikipedia
Jadi menurut deskripsi dari dua definisi diatas, tourist hanyalah sebagian dari kegiatan yang bernama traveling.
Dalam travelling, semua kegiatan bisa mengandung makna yang dalam. Karena ada keterlibatan disana. Bukan hanya sekedar berkunjung kemudian selesai. Bukan hanya, check in di hotel, keluar cari oleh-oleh, foto-foto, makan-makan, dan balik ke hotel, mandi, istirahat, kemudian tidur dan keesokan harinya check out. Rangkaian ini, menurut saya, adalah tourist.
Salah satu contoh untuk kegiatan travelling adalah tulisan saya yang terakhir mengenai Homestay.
Tadi sore, saya menyempatkan diri berkunjung ke Sapa Room Boutique Hotel di dekat pasar Sapa. Menurut saya, hotel ini punya makna tersendiri.
Hotel ini hanya terdiri dari enam kamar, dua Deluxe Suites dan empat Deluxe Rooms. Hotel berkapasitas kecil kedua setelah Chapa Garden Boutique.
Satu hal yang membuat saya bangga terhadap hotel ini adalah low profile dan low profit. Aneh bukan? Karena biasanya, olok-olok yang saya sering dengar adalah low profile and high profit.
Tapi tidak dengan Sapa Rooms.
Misi yang diemban oleh Pete Wilkes, sang Manager, adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekeliling. Terutama masyarakat suku-suku minoritas (minority tribes) yang dijadikan paket trekking yang diselenggarakan oleh Sapa Rooms Boutique Hotel ini. Pete akan menyisihkan 40% dari penghasilan hotelnya untuk dikembalikan ke masyarakat sekelilingnya.
Belum lagi beberapa proyek sosial yang dirintisnya. Semuanya mengarah kepada kesejahteraan sosial masyarakat.
Keadaan diatas membuat saya menjadi tambah yakin dengan grafiti sederhana yang selalu saya baca: Be a traveler, not a tourist. Karena bagi tourist, kejadian di sekelilingnya hanya menjadi kenangan sementara. Paling tidak, hanya diabadikan di digital camera.
Tapi, orang-orang seperti Pete inilah petualang sejati yang ingin memberikan kembali apa yang pernah dinikmatinya. Dan hebatnya, dia berhasil mengajak orang lain untuk ikut serta bersamanya.
Terus terang, sejak kepindahan saya ke Sapa ini, banyak sekali kegiatan-kegiatan baru yang membuka mata saya. Mata seorang pekerja di bidang perhotelan yang sudah mengarungi evolusi dunia pariwisata hampir 20 tahun lamanya. Kegiatan-kegiatan yang justru bukan profit oriented. Tapi lebih ke sosial.
Ternyata memang berbisnis itu bukan sekedar memikirkan keuntungan bisnis belaka, tapi juga memberi kembali apa yang sudah kita terima ke orang yang lebih memerlukan.