Kranjingan, Kabupaten Jember – KKN Kolaboratif yang melibatkan 13 Perguruan Tinggi telah dimulai terhitung sejak tanggal 23 Juli sampai 26 Agustus 2022, dengan program kerja utama Verifikasi dan Validasi DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di seluruh Kabupaten Jember. Kelompok 234 telah ditempatkan di Kelurahan Kranjingan dengan jumlah anggota 10 orang yang akan mengabdi kepada masyarakat Kranjingan untuk 35 hari kedepan. Meskipun program kerja utama adalah verifikasi DTKS, namun kami tidak bisa memungkiri bahwa di Kelurahan Kranjingan limpah dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sedang berkembang. Maka dari itu, kami memilih program kerja tematik untuk memberdayakan UMKM yang ada di Kranjingan.
Setelah mencoba bertanya-tanya tentang para pegiat UMKM yang ada di Kelurahan Kranjingan kepada Bapak Catur Lambang Hermawan, salah satu staff kelurahan sekaligus RW di Kelurahan Kranjingan, kami memutuskan untuk mengunjungi salah satu tempat pembuatan kerupuk tradisional milik Ibu Susilowati yang berada di RW.08/RT.01.
Sesampainya kami di kediaman Ibu Susilowati, kami langsung diarahkan menuju dapur pembuatan kerupuk yang kebetulan berbeda dengan rumah tempat tinggal beliau. “Sudah 4 tahun ibu bikin kerupuk, jadi sebelum Corona sudah bikin.” tutur beliau kepada kami. Ketika kami tanya perbedaan kapasitas produksi sebelum dan sesudah COVID, beliau mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan, yaitu stabil di 60 kg/hari. Selama 4 tahun, Ibu Susilowati hanya dibantu oleh anaknya, beliau tidak mempekerjakan orang lain sebagai karyawan karena merasa belum memerlukan tenaga lebih.
Untuk pembuatannya sendiri cukup sederhana. Adonan kerupuk dari tepung terigu dan kanji dengan perbandingan 2:3 dicampur menjadi satu dengan air secukupnya, tidak lupa juga campur bawang putih yang telah dihaluskan dan masukkan bleng (baking powder) secukupnya agar adonan dapat mengembang ketika akan digoreng. Setelah adonan tercampur dengan sempurna, adonan tersebut diratakan di dalam loyang dan dikukus di dalam tungku api selama 3 menit. Bila sudah matang, lepaskan adonan dari loyang, potong menjadi segi empat dan beri warna merah pada tiap sisi kerupuk, lalu jemur kerupuk di bawah sinar matahari seharian penuh. Dalam segi pengemasan, kerupuk ini juga masih menggunakan cara tradisional. Kerupuk ditimbang dan dimasukkan dalam kemasan plastik dengan berat bersih 5 kg, serta dijual ke pengepul dengan harga Rp.65.000.
Dari hasil kunjungan kami, usaha pembuatan kerupuk tradisional milik Ibu Susilowati ini adalah salah satu dari sekian banyak potensi desa yang sebenarnya terdapat banyak aspek yang dapat dikembangkan, contohnya dalam segi distribusi dan pengemasan. Distribusi yang hanya sebatas dijual ke pengepul sebenarnya dapat diperluas langsung ke pasar-pasar atau ke toko-toko kecil untuk meraup keuntungan yang lebih. Dalam segi pengemasan, pembuatan label merk akan meningkatkan nilai barang dan secara otomatis akan lebih mudah dikenali oleh pembeli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H