Pengelolaan hutan yang berkelanjutan oleh suku Dayak memiliki beberapa prinsip, di antaranya:
Sistem berpindah-pindah, sistem berpindah-pindah adalah metode yang dilakukan oleh suku Dayak untuk membuka lahan pertanian baru. Mereka melakukan penebangan dan pembakaran hutan secara selektif dan tidak merusak lingkungan yang ada. Setelah lahan pertanian diolah selama beberapa tahun, mereka akan meninggalkannya dan mencari lahan baru untuk diolah kembali. Metode ini bertujuan untuk memastikan kelestarian hutan dan menghindari kerusakan lingkungan yang berlebihan.
Penggunaan kayu secara selektif, suku Dayak menggunakan kayu secara selektif dan hanya menebang pohon yang memang dibutuhkan. Mereka tidak melakukan penebangan hutan secara besar-besaran yang dapat merusak ekosistem hutan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Penanaman kembali, setelah melakukan penebangan, suku Dayak selalu melakukan penanaman kembali untuk memastikan kelestarian hutan. Mereka menanam berbagai jenis pohon yang memiliki manfaat bagi masyarakat dan ekosistem hutan.
Dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan, suku Dayak mengutamakan kelestarian hutan dan menghormati hak-hak alam. Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh suku Dayak telah terbukti dapat mempertahankan keberadaan hutan dan menjaga lingkungan hidup. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang berkelanjutan oleh suku Dayak dapat dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya dalam memelihara lingkungan hidup.
Upacara adat suku Dayak dalam memelihara lingkungan hidup sering disebut sebagai "Gawai Antaran Sajen". Upacara ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada alam serta sebagai wujud upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Upacara Gawai Antaran Sajen biasanya dilakukan pada saat musim panen tiba, di mana masyarakat Dayak mengambil bagian dalam prosesi upacara untuk meminta doa dan berterima kasih kepada dewa dan roh leluhur mereka atas hasil panen yang mereka peroleh. Selain itu, upacara ini juga dilakukan untuk memohon berkat kepada alam dan memohon keselamatan bagi masyarakat Dayak dan lingkungan hidup mereka.
Dalam upacara ini, masyarakat Dayak menggunakan bahan-bahan alami seperti daun, buah-buahan, dan tanaman obat-obatan sebagai sajen. Mereka juga menggunakan hewan-hewan yang telah diternak atau ditangkap secara adil dan berkelanjutan sebagai bagian dari sajen, sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur mereka kepada alam.
Selain itu, upacara Gawai Antaran Sajen juga biasanya diisi dengan tarian-tarian tradisional, musik, dan cerita-cerita rakyat yang menggambarkan kehidupan masyarakat Dayak dan kehormatan mereka terhadap alam dan lingkungan hidup.
Dengan melakukan upacara Gawai Antaran Sajen, masyarakat Dayak memperlihatkan betapa pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan alam dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Upacara ini menjadi salah satu bentuk perayaan kearifan lokal yang harus dilestarikan dan dijadikan sebagai contoh dalam memelihara lingkungan hidup bagi masyarakat di seluruh Indonesia.