Mohon tunggu...
Andreas Pisin
Andreas Pisin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biarpun Gunung-Gunung Beranjak Dan Bukit-Bukit Bergoyang Namun Kasih Setia-Ku Tidak Akan Beranjak Daripadamu

SEIRAMA LANGKAH TUHAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adat Nuba Nongkung Tradisi Nuba Ikan Dayak Krio

25 Maret 2022   21:33 Diperbarui: 26 Maret 2022   08:52 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebiasaan orang Dayak Kerio pada masa lampau ingin mendapat ikan dalam jumlah yang banyak, dengan cara "Manuba" dalam sebuah danau atau sungai. Biasanya dilaksanakan pada musim kemarau antara bulan Juli-September, karena pada musim kemarau air sungai atau danau mulai meyusust. Bahan yang digunakan sebagai racun terdiri beberapa jenis akar dan yang paling utama adalah akar Tuba, kemuadian ada akar kansang, dan akar tuba udang. Jika ketiga jenis tuba ini digunakan akan mengakibatkan ikan-ikan, udang, kepiting akan mabuk bahkan mati. Pengunaan tuba ini juga dipercaya bisa mengusir binatang buas dalam air seperti buaya. Agar tidak mengganggu masyarakat yang ikut mencari ikan. Akar-akar ini tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, harus ditanam dan di rawat agar akarnya banyak.

Zaman sekarang tradisi Manuba dikalangan suku Daya Kerio masih dipelihara dan dipraktikkan. Tradisi ini tidak dilakukan setiap tahun. Pengalaman penulis mengikuti adat ini biasanya dilaksanakan tiga tahun atau lima tahun sekali. Karena semakin lama sungai tidak di tuba maka semakin banyak ikan dan ukurannya pun semakin besar. Tempat pelaksanaannya di sungai-sungai besar seperti sungai Pawan, Krio dan sunga Bihak. Kegiatan menuba ini bukanlah semata-mata untuk mendapatkan ikan dalam jumlah banyak, tetapi dalam kegiatan ini lebih ditekankan pada aspek budaya dan adat istiadatnya.

Sebelum dilaksanakan adat nuba, maka akan diberitahukan kepada semua kampung yang berada di sepanjang sungai yang akan diselenggarakan kegiatan menuba baik lisan mupun melalu surat yang ditujukan kepada para Mantir adat lalu diteruskan kepada seluruh warga kampung. Waktu persiapan biasanya satu bulan. Dalam kurun waktu satu bulan itu warga memperbaiki perahu dan mengumpulkan akar tuba yang akan digunakan.

Dalam pelaksanaanya harus dipilih satu orang sebagai kepala Tuba. Satu hari sebelum acara, para warga masyarakat sudah berbondong-bondong menuju hulu sungai dimana tuba akan dilabuhkan. Setelah sampai di tempat tujuan, tuba-tubanya dikumpulkan di suatu tempat biasanya berada di tengah perkemahan. Malam harinya pada saat kumpul-kumpul itu, maka akan diadakan suatu upacara adat, yaitu adat 'Nuba'. Warga makan dan minum layaknya pesta lalu diadakan tari-tarian mengelilingi tumpukan tuba yang diiringi alunan musik gamelan (Bagamal).

Keesokan harinya orang-orang mulai memukul tuba sampai hancur kemudian airnya ditampung dalam perahu masing-masing. Sebelum acara melabuh tuba dimulai, pimpinan atau Kepala Tuba memberikan pengarahan dan nasehat kepada semua orang yang ikut. Ia berdiri dalam sebuah perahu dari hulu menuju hilir agar semua orang yang ikut bisa mendengar. Karena biasanya orang yang ikut sangat banyak sampai ratusan perahu. Pesannya untuk menjaga ketertiban dan kebaikan bersama, agar tidak terjadi musibah seperti salah tombak dan lain sebagainya.

Selain itu yang paling utama kepala Tuba juga memberi tahukan pantangan yang tidak boleh dilakukan selama Nuba. Seperti dilarang menombak ikan sebelum diperbolehkan oleh Kepala Tuba, dilarang menyelam karena takut salah tombak, kecuali saat hari mulai petang ketika orang sudah tidak ramai dan harus ada yang menunggu kita di atas air untuk memberi tahukan orang yang lewat bahwa di situ ada orang yang menyelam ikan. Mengencingi air karena dipercaya bisa menawarka air tuba. Tidak boleh memasang pukat atau alat penangkap ikan lainnya.

Selama menuba semua orang harus menangkap ikan hanya dengan sauk dan (Seropakng) tombak saja. Ini mengandung prinsip keadilan, jika ada yang menggunakan pukat atau jala secara otomatis orang tersebut banyak mendapat ikan dibandingkan dengan yang lain. Juga dilarang mengatakan kata-kata cabul. Cabul dalam pengertian orang dayak Krio berkaitan dengan segala tutur kata yang kurang baik, bukan cabul dalam penegrtian umum yang hanya berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan seks. Contoh perkataan cabul di sini misalnya "Ikannya masih hidup" atau "sungainya tidak ada ikannya". Kata-kata ini disebut perkataan cabul bagi orang Dayak Krio. Kata-kata cabul ini dipercaya bisa menyebabkan sedikitnya hasil tangkapan atau air tubanya menjadi tawar.

Setelah memukul tuba selesai dan sudah diperas dalam perahu, Kepala Tuba mengambil sedikit air tuba lalu membaca mantra memohon kepada Sang Duata agar tubanya bisa membunuh ikan lebih cepat. Setelah itu air tuba itu diperciki ke dalam sungai lalu tuba yang sudah dibagi-bagikan kepada semua peserta boleh dilabuhkan ke dalam air.

Kepala Tuba berdiri sambil memegang tombak (Saropakng) menanti ikan pertama yang timbul ke permukaan. Ikan yang pertama mati harus ditombak oleh Kepala Tuba diiringi tepuk tangan dan soraksorai, dalam bahasa Krio disebut 'Basura'k' setelah itu penuba-penuba yang lain diperbolehkan untuk mulai menangkap ikan. Sebelum itu tidak boleh seorang pun untuk menangkap ikan yang mati sebesar apapun ikan yang mati itu, sebelum diizinkan oleh Kepala Tuba.

Pekerjaan ini dilakukan sampai petang sampai ikan yang mengambang terambil habis. Biasanya ikan yang mengambang itu adalah ikan yang belum mati atau masih sekarat. Ketika ikan itu sudah mati maka ikan akan tenggelam. Ketika ikannya sudah tenggelam agar tidak busuk, maka ikannya harus diselam. Seperti di atas bahwa setiap penyelam harus membawa teman sebagai pemberitahu kepada setiap orang yang lewat agar tidak salah tombak (Saropakng)  Setelah paginya biasanya dilakukan lagi pencarian ikan yang disebuat 'Ngeributn' untuk mencari ikan yang sudah timbul. Biasanya ikannya sudah sedikit berbau. Dipilih yang besar untuk dipermentasikan dijadikan 'pekasapm'.

Tradisi menuba dalam suku Dayak Krio ini mengandung banyak nilai yang kesemuanya itu membentuk diri manusia Dayak Krio itu sendiri. di dalamnya ada nilai keadilan, nilai persatuan, nilai kekeluargaan dan nilai religius. Nilai-nilai ini bila kita amati, sangat kontras dengan nilai hidup yang ada dalam masyarakat Krio pada umumnya. Menjadi ancaman bagi tradisi menuba ini ketika sumber air sudah rusak, akibat pertambangan emas tanpa izin, perkebunan kelapa sawit, pembalakan hutan oleh perusahaan maupun oleh masyarakat setempat, terjadi penangkapan ikan dengan alat modern dengan strum, atau racun-racun yang sudah sangat mudah didapatkan potas, dupon dan banyak lagi alat-alat penangkap ikan yang jika tidak diatur dengan baik akan menyebabkan langkanya ikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun