Tidak ada yang dapat menyangkal perihal kerusakan lingkungan yang terjadi. Dunia benar-benar sedang menghadapi berbagai kerusakan lingkungan. Berbagai macam kerusakan lingkungan terjadi, seperti pencemaran lingkungan, pemanasan global, dan krisis energi. Kerusakan lingkungan disebabkan banyak hal, meliputi asap pabrik, asap kendaraan bermotor, penebangan hutan, dan lain sebagainya.
      Salah satu bentuk pencemaran lingkungan adalah polusi udara. Bahan dan zat yang mengakibatkan polusi di suatu wilayah disebut sebagai polutan. Polutan yang memiliki konsentrasi rendah belum memiliki sifat merusak, namun jika sudah terakumulasi akan bisa sangat merusak. Polutan yang dapat menyebabkan polusi udara seperti asap, debu, gas, dan partikel lainnya. Polutan udara dapat dihasilkan dari aktivitas manusia seperti pabrik, kendaraan bermotor, dan kebakaran hutan, serta aktivitas alam seperti letusan gunung  berapi. Polusi udara sudah banyak terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Penulis mengambil contoh yaitu Kota Jakarta dan Kota Surabaya. Tercatat dalam indeks kualitas udara (AQI), Kota Jakarta mencapai indeks kualitas udara yang sangat buruk yaitu di angka 134 AQI US. Jenis polutan utama yang mencemari Kota Jakarta adalah jenis PM2.5 dengan konsentrasi sebesar 49 g/m3. Sedangkan, Kota Surabaya mencapai indeks kualitas udara yang lebih baik dibandingkan Kota Jakarta yaitu di angka 91 AQI US. Jenis polutan utama yang mencemari Kota Surabaya adalah jenis PM2.5 dengan konsentrasi sebesar 31.4 g/m3. Berdasarkan informasi dari BMKG, PM2.5 atau partikulat adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer). Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien. Nilai ambang batas PM2.5 adalah 65 g/m3. Dampak yang ditimbulkan dari polusi udara adalah gangguan kesehatan masyarakat. Dilansir dari situs Siloam Hospital, gangguan kesehatan masyarakat tersebut antara lain gangguan mata, batuk, penyakit asma, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit kardiovaskular, kelahiran prematur, dan kanker kulit. Akibat yang ditimbulkan polusi udara dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan pada sistem organ tubuh, seperti sistem pernapasan, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem ekskresi, dan sistem organ lainnya yang dapat berakhir dengan mengakibatkan kematian.
      Selain itu, kerusakan lingkungan disebabkan juga karena pemanasan global. Pemanasan global terjadi karena emisi gas rumah kaca yang memerangkap panas matahari. Gas yang berpengaruh terhadap pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). Efek yang ditimbulkan pemanasan global, antara lain suhu yang lebih panas, badai yang lebih parah, peningkatan kekeringan, peningkatan volume lautan, peningkatan suhu lautan, kepunahan spesies, kekurangan makanan, peningkatan risiko kesehatan, kemiskinan dan pemindahan. Salah satu dampak terburuk yang disebabkan pemanasan global adalah mencairnya es di kutub bumi. Mencairnya es di kutub bumi diyakini akan menyebabkan permukaan air laut meningkat yang berpotensi menenggelamkan kepulauan kecil dan kota-kota di pesisir-pesisir pantai. Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional, Albertus Sulaiman, menjelaskan bahwa mencairnya es yang berada di dalam laut memang tidak akan menambah volume air laut, namun es yang berada di daratan akan meningkatkan volume air dan membuat permukaan air laut naik. Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Salahuddin Husein, memaparkan sebuah data, berkurangnya massa gletser atau es di kutub menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Berdasarkan data lain, Salahuddin menjelaskan, selama 55 tahun terhitung mulai 1961 hingga 2016, mencairnya 8.000 gigaton es di Alaska telah menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 8 mm. Selain meningkatnya permukaan laut, pemanasan global juga menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat dengan cukup cepat dan signifikan. Menurut Laporan Iklim Tahunan NOAA tahun 2021, gabungan suhu daratan dan lautan telah meningkat dengan laju rata-rata 0,14 derajat Fahrenheit atau 0,08 derajat Celcius per dekade sejak 1880; namun tingkat kenaikan rata-rata sejak tahun 1981 dua kali lebih cepat yaitu 0,32 derajat Fahrenheit atau 0,18 derajat Celcius per dekade. Menurut Laporan Khusus Ilmu Iklim AS tahun 2017, jika emisi tahunan terus meningkat pesat, seperti yang terjadi sejak tahun 2000, model memproyeksikan bahwa pada akhir abad ini, suhu global akan menjadi setidaknya 5 derajat Fahrenheit lebih hangat dibandingkan suhu rata-rata pada tahun 1901-1960.
      Pada saat ini, dunia juga sedang menghadapi krisis energi yang kelak dapat mengganggu kehidupan dan pekerjaan manusia. Berbagai hal menjadi penyebab terjadinya krisis energi, yaitu konsumsi berlebihan, over populasi, pemborosan energi, pilihan energi terbarukan yang belum dijelajahi atau kurang dimanfaatkan, infrastruktur yang buruk, keterlambatan dalam uji coba pembangkit listrik baru, sistem distribusi yang buruk, kecelakaan besar, bencana alam, perang, dan faktor yang lain. Jenis energi di bumi yang sedang mengalami krisis adalah jenis energi tidak terbarukan. Energi tidak terbarukan adalah energi yang dihasilkan melalui proses yang sangat lama dengan jangka waktu ratusan hingga jutaan tahun. Penulis mengambil salah satu energi tidak terbarukan yang sedang mengalami krisis yakni minyak bumi. Pada 2021, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) mencatat cadangan Indonesia sebesar 3,95 barel. Cadangan ini terdiri dari 2,25 miliar cadangan terbukti dan 1,7 miliar cadangan potensial. Cadangan ini diperkirakan hanya akan bertahan hingga sekitar 8 tahun. Terpengaruh dengan imbas yang disebabkan masalah tersebut, pemerintah Indonesia melakukan suatu tindakan yaitu meningkatkan harga bahan bakar minyak. Meningkatnya harga bahan bakar minyak akan menyebabkan permintaan akan kebutuhan menjadi menurun. Tetapi, hal tersebut dinilai akan menghambat pekerjaan dan kehidupan masyarakat Indonesia.
      Atas berbagai permasalahan-permasalahan kerusakan lingkungan, maka dibutuhkan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan masyarakat yaitu penggunaan kendaraan listrik. Kendaraan listrik adalah kendaraan yang menggunakan energi listrik sebagai energi penggeraknya. Kendaraan listrik memiliki nilai emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai emisi karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor karena tidak terjadi pembakaran bahan bakar pada mesinnya sehingga tidak menghasilkan gas emisi. Emisi adalah pencemar udara yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang masuk atau dimasukkan ke dalam udara, serta mempunyai atau tidak mempunyai potensi polusi udara. Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, mengatakan bahwa signifikansi penggunaan kendaraan listrik bisa sampai dengan setengah pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Dengan begitu, pemerintah mendorong agar penggunaan kendaraan listrik di jalan semakin banyak guna mengurangi emisi karbon dari kendaraan bermotor.
      Selain dinilai ramah lingkungan karena mengurangi emisi karbon, kendaraan listrik dinilai merupakan kendaraan yang menguntungkan. Penilaian tersebut diberikan lantaran kendaraan listrik dinilai memiliki pajak dan biaya yang lebih murah. Pajak kendaraan listrik yang lebih murah dibandingkan kendaraan bermotor di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa alasan dan pertimbangan pemerintah. Melalui Pergub No.3 Tahun 2020, terhitung sejak 15 Januari 2020 hingga 31 Desember 2024, pemerintah menetapkan nilai 0% untuk pembelian kendaraan listrik pertama untuk biaya pengalihan. Ini merupakan alasan kendaraan listrik jauh lebih murah. Pajak kendaraan listrik yang lebih murah di Indonesia dapat dikatakan karena kebijakan pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan. Dilansir dari situs ayobandung.com, faktor yang mempengaruhi kebijakan pajak kendaraan listrik yang lebih rendah di Indonesia, antara lain pengurangan impor bahan bakar, dampak sosial, dampak lingkungan, pengembangan industri kendaraan listrik, kebijakan insentif untuk kendaraan ramah lingkungan, dan dukungan untuk teknologi bersih serta ramah lingkungan. Selain hal tersebut, kendaraan listrik juga dinilai menguntungkan karena perawatannya yang cukup mudah dibandingkan kendaraan konvensional.  Kendaraan listrik hanya perlu mengganti baterai dan komponen rem secara berkala. Kendaraan listrik juga memiliki garansi baterai dalam hitungan tahun dan kendaraan listrik tidak menggunakan komponen penggerak dalam sistem mesinnya sehingga tidak perlu sering-sering melakukan perbaikan. Kendaraan listrik juga mempunyai keunggulan yang lain yaitu lebih hening dan tidak berisik saat digunakan sehingga masyarakat tidak perlu merasa penat saat mendengar suara mesin kendaraan di jalan raya dan ketentraman masyarakat tidak terganggu saat kendaraan listrik melewati pemukiman.
      Setelah melihat dan mengetahui kenyataan yang diuraikan di atas, tidak ada alasan lagi untuk menunda beralih mempergunakan kendaraan listrik sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah-masalah kerusakan lingkungan semakin bertambah besar. Emisi karbon yang rendah, pajak yang rendah, perawatan yang murah, dan aneka keunggulan yang lain kiranya dapat mendorong banyak orang untuk mempergunakan kendaraan listrik. Diharapkan masyarakat dapat semakin tertarik untuk menggunakan kendaraan listrik sebagai salah satu wujud rasa peduli terhadap lingkungan yang kian hari semakin banyak mendapat masalah-masalah kerusakan yang terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H