Kisah ini bermula dengan sepasang remaja yang baru memasuki SMA dan dengan berani menantang dunia. Sepasang senyum yang disatukan karena persamaan nasib yang mereka rasakan.Â
Jauh dari kata romantis masa putih abu tapi begitu dekat dengan kisah menyedihkan berujung kesamaan cerita hidup. Merekalah pasangan bodoh yang percaya bahwa berdua akan lebih mudah daripada berjalan sendirian.Â
Tidak sadar, betapa kehidupan sudah mempermainkan mereka, membuat mereka merasa ditakdirkan. Hari-hari berlalu, kehidupan semakin mempermainkan mereka, terlalu banyak kegemparan dalam satu hari dan rasa rindu yang menipis dikemudian hari.Â
Mereka mulai jenuh, lupa akan nasib yang mempersatukan mereka, tapi mereka bertahan. Hidup dipenuhi kebohongan itu kuncinya.Â
Bohong akan senyuman yang ditunjukkan saat mereka bertemu, bohong akan rindu yang menyeruak di dalam ruangan yang mereka tempati, bohong akan perasaan mereka sendiri.
Hingga akhirnya si lelaki menemukan rembulan, hidupnya yang penuh akan kebohongan perlahan menyusut hilang.Â
Tapi si lelaki itu lupa, dia meninggalkan wanitanya menunggu disudut ruangan yang dulu dia sebut rumah, wanita yang menemaninya disaat secara hebat nasib menabrak dan menjatuhkannya.Â
Hebatlah pesona si rembulan hingga sang lelaki mencintainya secara romantis, memberi si rembulan bunga setiap harinya, memberinya pujian pujia akan kemolekannya, hingga akhirnya si lelaki sadar dia bukanlah satu satunya lelaki yang memuja rembulan.Â
Saat si lelaki sadar betapa bodoh hal yang menimpanya, si wanita yang dulu menemaniya sudah pergi membawa sisa airmatanya, si wanita lelah terus terusan berteriak memanggilnya untuk kembali. Si wanita terlalu lelah untuk terus mempertahankan rumahnya yang tak berpenghuni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H