Mohon tunggu...
Andreas S2
Andreas S2 Mohon Tunggu... -

JKW4P.\r\n\r\nAkun lama: http://www.kompasiana.com/andreass

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tulis Status di Path "Terganggu Takbiran", Ditangkap Polisi

9 Oktober 2014   14:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:46 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa yang terjadi di negeri ini. Tirani, sepertinya itu yang sedang terjadi.

Gara-gara seorang mahasiswa menulis status di Path, dia dilaporkan ke polisi dan ditangkap. Awalnya, dia menuliskan rasa terganggunya dengan takbiran Idul Adha beberapa hari lalu. Status di Path tersebut kemudian di-capture oleh seseorang dan diunggah di FB dan twitter, yang membuatnya menyebar di dunia maya. Rupanya, seseorang yang membaca status yang disebar tersebut melapor ke polisi, dan mahasiswa itu pun ditangkap.

Mahasiswa tersebut, bernama I Wayan Hery C (22), mahasiswa angkatan 2011 di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi dan Alam (STIFA), Palu, Sulawesi Tenggara. Melihat namanya, kemungkinan dia berasal dari Bali, dan kemungkinan beragama seperti mayoritas agama Orang Bali. Kemungkinan dia memang merasa terganggu oleh takbiran yang kadang kali harus diakui, berisiknya luar biasa, ditambah petasan yang kadang membuat kaget luar biasa. Dari berbagai sumber yang saya baca, tidak jelas apa isi status Wayan di Path tersebut. Beritanya bisa di baca di sini, sini, sini, dan sini. Republika yang menurunkan beritanya dengan judul yang provokatif pun bahkan tidak menjelaskan apa yang ditulis Wayan di akun path miliknya tersebut.

Yang jadi pertanyaan saya adalah, apakah dengan mengatakan "Saya terganggu dengan Anda" maka itu adalah penghinaan? Bukankah memang ada kalanya suatu keadaan dapat merupakan gangguan? Saya sebut misalnya bedug sahur yang berisiknya kadang kelewatan. Bukan hanya memukul bedug yang mereka bawa, tetapi apa saja yang mereka lewati tidak luput dari gebukan mereka, bahkan kadang sambil membakar petasan pula. Saat puasa lalu, bahkan mobil polisi harus standby di sekitar kediaman saya karena para anak-anak tersebut terlalu mengganggu yang mana mereka membakar petasan seenaknya. Jika begitu, apakah saya salah jika saya katakan saya terganggu oleh gerebek sahur tersebut?

Demikian juga dengan saat takbiran. Takbiran, jujur saja, lebih parah lagi. Tabiran Idul Fitri lalu, mobil saya bagai diroket. Saya yang sedang menyetir pelan di jalan toll layang, "diroket" dari bawah dengan petasan. Mereka seolah menjadikan mobil-mobil di atas toll layang tersebut seperti target "roket" petasan mereka. Jika hal itu saya tuliskan di media sosial, apakah saya yang salah? Bukankah saya benar-benar terganggu dan bahkan terancam?

Menurut saya, apa yang dilakukan polisi sudah keterlaluan. Bukankah setiap orang punya hak menyampaikan keluhannya? Apakah keluhannya itu otomatis merupakan hinaan? Jangan-jangan apa yang diungkapkan oleh Wayan tersebut adalah satu kebenaran. Padahal, keluarga korban sudah langsung meminta maaf atas apa yang dilakukan oleh anaknya. Namun walaupun sudah minta maaf, Wayan masih tetap diancam pasal 156 KUHP dan denda Rp 6 miliar.

Harap kita ingat, agamanya Wayan bukanlah pendatang kemudian di negeri ini. Mereka sudah ada jauh sebelum agama lain pada masuk ke negara ini, termasuk Budha, Islam, Kristen, Ahmadiyah, dan yang terakhir Bahai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun