Mohon tunggu...
Andreas S2
Andreas S2 Mohon Tunggu... -

JKW4P.\r\n\r\nAkun lama: http://www.kompasiana.com/andreass

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Susi Pudjiastuti, Perempuan Keras, Tegas, dan Idealis, Jadi Inspirasi

28 Oktober 2014   23:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:23 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Susi Pudjiastuti (foto: sudutpandang.com)

Mungkin banyak dari kita yang belum tahu betul siapa sebenarnya Susi Pudjiastuti ini, wanita yang dalam beberapa hari ini heboh dibicarakan setelah dirinya diangkat jadi salah satu menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi. Katanya, Susi ini hanya drop out SMA, alias hanya memiliki ijazah SMP.

Well, mungkin banyak dari Anda yang selalu nyinyir atas drop outnya Susi dari bangku sekolah, dari SMA. Tetapi, tahukah Anda apa yang membuatnya drop out? Kebandalankah? Ini yang saya bahas kali ini.

Susi, drop out dari SMA saat dia masih di kelas II SMA di Yogyakarta, tahun 1982, 32 tahun lalu. Dia drop out bukan karena bodoh, tetapi karena alasan politis. Tepatnya, Susi adalah korban politik Orde Baru. Saat itu, masa kampanye pemilu tahun 1982, Susi demonstrasi menentang pemilu Orde Baru. Susi mengajak masyarakat untuk golput alias tidak memberikan hak suaranya di bilik suara.

Menilik masa pemilu pada masa Orde Baru yang diadakan pada sekitar bulan Maret, maka dapat kita simpulkan bahwa pada saat itu, Susi baru kelas dua SMA semester ke-4, yang usianya baru 17 tahun. Bisa dibayangkan, anak bau kencur berani dengan demonstrasi politiknya, yang saya yakin anak seusianya masih sibuk ngerumpi berbagai hal yang tidak penting sama sekali. Tak tanggung-tanggung, yang ditentang pun penguasa yang saat itu sangat kuat dan bengis, Suharto.

Atas perbuatan Susi tersebut, dia pun diberi ganjaran keras oleh pihak sekolah, yaitu dipecat! Tanpa perlu ditanyakan, kita bisa langsung menduga alasan pemecatan itu, yaitu dak lain dan tak bukan karena ketakutan penguasa yang terwajantahkan lewat babinsa, yaitu militer tingkat desa yang bertugas mengawasi gerak-gerik masyarakat dari semua aktivitas baik yang berbau komunis maupun yang menentang penguasa, jurangan Sang Babinsa.

Dengan berat hati tanpa menyesal, Susi pun harus meninggalkan bangku sekolah. Tetapi, pemecatan itu tidak lantas menjadikan wanita kelahiran 15 Januari 1965 ini putus asa dan larut dalam penyesalan. Hal yang sangat menarik yang saya baca dari Tempo.co, Susi mengatakan bahwa dirinya kawatir tidak dapat mendapatkan pekerjaan yang layak karena dia hanya memiliki izajah SMP. Katanya, izajah SMP paling hanya bisa jadi cleaning service. Oleh karena itu, berbekal uang Rp 750 ribu hasil menjual gelang, kalung, dan cincin miliknya, Susi dengan tekat bulat mulai berusaha sendiri, mulai dari jualan sprei, sarung bantal, kasur, dan menjadi pengumpul ikan tahun 1983 di pantai selatan pulau Jawa, mulai dari Palabuhanratu, Cidaun, Ujung Genteng, Pameungpeuk, Rancabuaya, dan Pangandaran di Jawa Barat, Gombong di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, hingga Prigi, Sendang Biru, dan Pacitan di Jawa Timur, kampung kelahiran SBY. Dan akhirnya, atas passion Susi, dia pun jadi orang terpandang yang telah sukses dalam usaha perikanan yang merambah ke ke bisnis penerbangan dengan mendirikan Susi Air, yang sekarang telah memiliki 50 pesawat.

Melihat dari bagaimana gigihnya Susi dalam menjalani hidupnya dari usia yang sangat belia, maka kita tidak perlu ragu atas kinerja Susi di Kabinet Kerja Jokowi. Orang macam Susi ini adalah orang yang berani menentukan sendiri hidupnya, tanpa banyak mengeluh. Dan hasil kerja keras itu telah menjadi inspirasi bagi banyak orang, bahwa bahkan lulusan doktor sekali pun banyak yang jadi beban bagi negara. Susi adalah sebaliknya. Demi menembus blokade dan kartel perdagangan ikan yang banyak dikontrol oleh pemilik modal, Susi membeli pesawat kecil Cesna untuk memperlancar bisnisnya, mempersingkat waktu tempuh pengiriman ikan dari pantasi selatan ke Jakarta, untuk selanjutnya didistribusikan ke pihak pembeli dan bahkan untuk diekspor ke Jepang dan Amerika.

Dari pengamatan saya di Pangadaran beberapa tahun lalu, Susi selalu berbagai hasil dengan para nelayan. Nelayan mendapatkan harga yang jauh lebih baik dibandingkan bila menjual ikan ke pihak lain selain ke Susi. Oleh karena itu, para nelayan berada di pihak Susi, yang membuat munculnya saling percaya dan kerja sama yang mengedapankan mutualisme.

Oke Susi, sukses selalu, dan jadikanlah para nelayan maju dan bangga atas pekerjaan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun