Filsuf Yunani Kuno, Plato, mengatakan bahwa sebuah bejana kosong mengeluarkan suara paling keras, jadi orang yang memiliki kecerdasan paling sedikit adalah orang yang paling banyak mengoceh.
Saya kira siapa pun dari kita akan dengan mudah memahami arti dari pernyataan ini. Kita diajak untuk berpikir sebelum berbicara sehingga kata-kata yang diucapkan tidak menjadi kata-kata hampa tanpa makna, yang pada dasarnya hanya menambah kebisingan dunia tanpa memberikan sumbangan pemikiran bagi kebaikan dan kemajuan bersama.
Lebih lanjut, Plato mengatakan, "Saya hanya berharap kebijaksanaan adalah sesuatu yang mengalir... dari wadah yang penuh ke wadah yang kosong". Ini artinya bahwa yang seharusnya "wadah kosong" mau terbuka untuk menerima "isi" kebijaksanaan dari mereka yang memiliki pengetahuan atau pemahaman yang mendalam tentang sesuatu, tetapi pada kenyataannya "wadah yang kosong" biasanya lebih keras dan lantang bersuara sehingga menutupi kebijaksanaan itu sendiri.
"Bejana kosong" merupakan metafora dalam mana ketika sebuah bejana kosong diketuk, maka akan menghasilkan suara keras karena tidak memiliki isi. Plato menggunakan metafora ini untuk menggambarkan seseorang yang kurang wawasan atau pemahaman. Dan kelompok ini adalah orang yang kerap menarik perhatian orang lewat pembicaraan berlebihan atau membual, layaknya "bejana kosong" yang berbunyi nyaring. Peribahasa kita mengatakan "Tong kosong nyaring bunyinya".
Â
Itulah realitas dewasa ini dalam aneka dimensi kehidupan, entah dalam lingkup pergaulan yang terbatas maupun dalam lingkup pergaulan yang lebih luas, bahkan dalam konteks sosial, hukum, dan politik sekalipun.
Lebih lanjut kita diingatkan bahwa pada kenyataannya orang cerdas dan bijaksana adalah mereka yang berkecenderungan lebih tenang dan reflektif. Mereka berbicara sejauh perlu dan dirasa penting untuk menyampaikan sesuatu. Mereka menyadari benar tentang nilai kata-kata. Kata-kata itu dahsyat maknanya bagi mereka yang berpengetahuan, tetapi menjadi hampa bagi orang dungu dan bebal.
Ini kiranya menjadi ajakan dan kritik terhadap "kebisingan sosial" dewasa ini. Kata-kata Plato menjadi sangat relevan untuk mengeritik perilaku mereka yang gemar berbicara tanpa substansi. Mereka adalah orang yang mencari perhatian tetapi tanpa sumbangsih pemikiran. Mereka terlihat aktif secara sosial tetapi sebenarnya mandul untuk kepentingan dan kebaikan bersama karena tidak memberikan kontribusi intelektual bagi kemajuan peradaban.
Pada akhirnya saya ingin mengajak kita sekalian untuk merefleksikan kata-kata Plato ini secara mendalam. Dunia ini sudah terlalu banyak diisi oleh mereka yang sebenarnya adalah "bejana kosong", mungkin bukan hanya bejana yang kecil tetapi lebih dari itu sebuah "tong" atau "drum" atau bahkan "fiber" berukuran besar.
Yang berarti bahwa lingkungan kita sudah terlalu bising dan gaduh dalam "kekosongan" karena kepalsuan dan ketidakbenaran. Pertanyaannya adalah apakah kita lebih mencintai "kebijaksanaan" atau "kebodohan". Jika jawabannya adalah "kebijaksanaan", maka sejatinya mari lebih banyak mengisi "bejana" pemikiran kita dengan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan kejujuran, sehingga terwujudlah lingkungan kerja, masyarakat, dan dunia yang benar, adil, dan jujur.
Jika jawabannya adalah "kebodohan", maka selamat untuk hidup dalam kebebalan dan bersiaplah untuk saling "membunuh" satu sama lain dalam "kebisingan". Situasi sosial, hukum, politik, dan aneka dimensi kehidupan lainnya dewasa ini sudah tidak keruan. Tanggung jawab moral sosial kita adalah tidak menjadi orang yang "berbejana kosong" sehingga menambah kegaduhan di tengah masyarakat.